Jumat, 28 Februari 2014

Mekanisme Cinta

BHA! Masih duet bersama kawan saya, Ajeng Setyo Wardhani. Dia memberi saya tema lagi. Judulnya tadinya Mekanisme Jatuh Cinta. Sayangnya, saya rada risih pake bahasa Jatuh Cinta, jadi saya ubah jadi Mekanisme Cinta saja. Biar nanti bisa kembali pada Cinta-Nya... Oh I Love You!



Saya dan Ajeng sebenarnya agak-agak mirip dengan sejarah yang mirip juga, makanya kami cocok dan berteman, oiya warna kulitnya juga sama, coklat-coklat pahit kek dark chocolate. Maen sama Ajeng ini, kayak maen sama belahan jiwa gitu deh, ada sih satu lagi belahan jiwa lain selain Ajeng yang temannya Ajeng, sayangnya lakik! Ntar kalau kami masukin ke grup sini, bisa-bisa saya naksir dia. Ogah. Terlalu belahan jiwa. Sama-sama panas. Adeuh apapula ini... Sebenernya saya ini naksir Ajeng, orangnya menarik sih, walaupun agak creepy-creepy gitu, dia pinter. Apalagi kalau ia menyanyi, enak di kuping. Anget. Dia juga pinter ngupasin kulit jeruk satu-satu dan rapi. Nah, kulit jeruk ini adalah masalah-masalah. Oke sekian soal Ajeng. Kembali ke topik.



Yang namanya Fall in Love ini, kan ya seneng berbunga-bunga gitu kan? Tapi ati-ati, kalau salah pengelolaannya, nanti otakmu mendidih. Sebelum mendidih pada akhirnya, otakmu jadi agar-agar dahulu kemudian sedikit demi sedikit ia akan mendidih lalu meleleh dan lama-lama otakmu ilang mencair luruh ga berbekas! Berbekas sih, rasanya aja, tapi ga ada isinya, ga ada volumenya, ga ada beratnya, ga ada bukti konkretnya. Jadi ghaib! Otak GHAIB! Nah, kasian tengkorakmu, udah dibikin dan dikembangin susah-susah jadi tulang yang keras kayak batok kok malah ga ada isinya. Sayang kan? Sayang sekali...

Gambar penjelasan proporsi space otak antara Tuhanmu Yang Maha Pengasih dan Penyayang dan Orang Yang Mbok Seneng selayaknya kurang lebih seperti ini. Digambar dari HP memakai aplikasi Line Camera Brush


Jadi begini, untuk mengontrol kadar Fall in Love-mu yang keterlaluan saya menulis postingan ini. Keterlaluan adalah kalau sampe space otakmu isinya cuma orang yang kamu seneng tok! Mbok! Bodoh nanti kamu! Beneran! Ga cuma bodoh, tapi juga kebangeten serta songong, ya mosok sampe melebihi space buat Tuhanmu? Kebangeten plus songong jadi kurang ajar namanya... Ga mau kan jadi hamba yang kurang ajar plus bodoh plus matek ntar kamu kalo sampai dicemburui Gusti Allah. Baaah... Belom tau rasanya kamu kalo dicemburi Gusti Allah? Bahaya, nanti bisa-bisa kamu sekalian kosanmu (cuma kamarmu aja) digiles tapak tangan Allah sampe kamu rata ke bumi dan kamu ga ada bekasnya lagi dan nanti ibuk bapakmu nangis-nangis nyari kamu yang ga ada bekasnya, ga ada mayatnya, dan ga bisa dikuburin dan diziarahkuburi...  K A M U . . . . G A   A D A . . . . . B E K A S N Y A . . . . . . Kentut aja ninggalin bekas, masak kamu enggak? (Udah diiain aja, biar ga panjang) Ga mau kan?





Jadi gini caranya, kalo kamu keinget orang yang kamu seneng, ya kontak secukupnya aja, sisanya kalo kamu inget lagi sampe kebangeten nyandu, istigfarlah dan berzikirlah... Misal kamu sudah keterlaluan keingetannya, kayak lagunya Evi Tamala, "mau tidur teringat padamu... mau makan teringat padamu... mau apapun kuteringat padamu..." HAMBOOOKKK... Mau tidur itu teringat Allah, baca doa dahulu, nanti kalo jiwamu ga mbalik lagi dari tidur gimana? Melayang-layang di mimpi level 5, terjebak kayak di inception itu, tidur terus nanti kamu... Mau makan itu ya teringat Allah, dikasih rejeki kamu bisa hidup dan nebus dosa loh sama buat bayar utang-utang kamu di dunia, hayoh, kamu punya utang apa dan berapa ke siapa aja? Lunasi sana loh... Lah loh lah loh. Jadi, tiap kamu teringat pada orang yang mbok seneng padahal baru pagi tadi sudah bertukar kabar, langsung ZIKIR! SUBHANALLAH, ALHAMDULILLAH, ALLAHU AKBAR! (Yah pokoknya cara pengingatanannya sesuai agama masing-masinglah...) Syahadat sekalian, ngaji, dan kembali berkarya dan produktif. Nah loh! Lah trus saling mengingatkan ke pasanganmu biar bact to basic, to The One,  yang mungkin kadang kalian sama-sama sempat bikin gila jiwa masing-masing! Biar ga kayak cabe-cabean bon cabe.





Jadi, sekian dan sampai jumpa! Muah! Saya mau siap-siap pulang Semarang ambil sesuatu. Haha. Daaaah~ Oya, mau pulang kosan dulu, masak nasgor ngabisin bumbu, trus bisa buat sangu di kereta nanti.

Kamis, 27 Februari 2014

Membisu

Aku seperti mengirim surat kepada seorang yang pindah alamat atau aku sendiri yang seperti seorang pengirim surat tanpa perangko?

Rabu, 26 Februari 2014

Sebongkah Es Krim



Abangku datang sambil membawa es krim kesukaanku tepat ketika adzan magrib berkumandang. Memang, aku yang meminta padanya sebelum ia pulang ke rumah, "...tolong belikan aku es krim Magnum Infinity kalau abang pulang nanti... Selain Magnum Infinity, aku tak mau. Kalau tak ada, tak usah belikan sajalah. Terima kasih abangku sayang..."


Lalu, ia sungguh-sungguh berhasil membawa pulang sebatang Magnum Infinity yang rasa coklat pahitnya kusuka tetapi abangku tak suka. Dan aku belum solat. Aku juga belum mengaji. Tentu sajalah aku menerima es krim itu dengan senang hati. Kuletakkan es krim di atas meja kamarku (aku tak punya kulkas kawan) lantas aku menunaikan ibadah solatku. Selesai solat, tentu aku berdoa kepada-Nya, 
"Wahai Tuhanku Yang Maha Baik, apabila aku melanjutkan zikir panjangku kepada-Mu lantas kulanjut mengaji (ini pasti bukti bahwa aku lebih cinta Kau daripada es krimku, bukan?), akankah Engkau sudi tak akan membuat es krim di atas meja itu tak meleleh? Terima kasih Tuhanku Yang Maha Baik." Dan aku melanjutkan doaku yang ndremimil demi cintaku pada-Mu ketimbang cintaku pada sebongkah es krimku. 
Namun aku juga menaruh harapan besar kepada es krimku agar ia tak meleleh. Aku benar-benar ketar-ketir.



:::: Diceritakan setelah Bang Andik datang membawa 1 Magnum Infinity pesanan saya. Ini bukan bagian dari iklan Magnum Infinity. ::::

Jemari

"Apa yang sedang kau lakukan?"
"Memotong jemariku."
"Mengapa kau lakukan itu?"
"Jemariku melebihi kerewelan lidahku saat merindukannya."
"Seberapa sering kau merindukannya hingga kau ingin memotong jarimu?"
"Sesering kau bertanya padaku 'kapan kau bisa melupakannya?'"



:::: Nulis tulisan ini karena Ajeng, lagi-lagi Ajeng, minta saya ngetwitt ke @fiksimini terbatas 140 katakter tema TEMU KANGEN dan saya tidak bisa! Haha. Bisanya di sini. Ngoceh.

Percakapan

"Wes mati?"
"Durung. Kenopo?"
"Aku mati sik yo. Kowe meh nitip opo neng Allah?"
"Titip kowe wae, ojo disikso, sakno."
"Lapo aku disikso?"
"Koen kakean mikir aku daripada Gustimu."
"Oh. Wes telat. Daaaah~"

"Wadah" dan Dadah!

Kali ini saya akan membahas mengenai volume penampungan otak atau biasa saya sebut "wadah".

Wadah

Seberapa besar volume penampungan dalam otakmu? Otakmu itu kecil, janganlah kau masuki sampah-sampah yang ga berguna buat hidupmu... Dan "wadah" atau kemampuan tiap orang dalam menampung apapun yang masuk ke otak, juga berbeda-beda... Wadah saya sih kayaknya kecil, ga muat buat orang banyak, makanya ga jadi presiden. Haha.

"Ordinary people fill their heads with all kinds of rubbish" ~Sherlock

Kadang emang sampah-sampah itu diperlukan untuk tertawa dengan diri sendiri, saya kira. Tapi jangan terlalu banyak... Nanti hal penting-penting malah kelindes dengan hal ga penting-penting. Boleh kok membatasi volume penampungan otak, bisa juga dengan cara menyaring.


Orang datang dan pergi. Datang satu, artinya menambahkan satu hal dalam hidupnya. Nah, kalau menghilangkan satu artinya dia mengurangkan satu hal dalam hidupnya. Dihilangkan atau dihapuskan bisa saja seperti sudah beda level, X dan Y berada di level yang sama awal mulanya. X naik kelas, Y tidak naik kelas. X dan Y sudah tidak berjalan seimbang. X masuk kelas akselerasi, Y masuk kelas reguler. Atau X tidak mampu menampung lagi volume Y. Seperti, volume yang dihasilkan seorang Y bertambah banyak sedangkan wadahnya seorang X tak berkembang-berkembang juga. Saya kira itu alasan mengenai "pergi" yang paling masuk akal. Atau berlaku juga teori penyaringan. Atau, I just cann't be with you anymore, with any reason.


Pada umumnya manusia cuma bisa dekat dengan sejumlah orang dalam waktu yang bersamaan. X pergi dari Y, maka X pasti akan kedatangan Z dan seterusnya agar "wadah"-nya tetap terisi sesuai kuantitasnya... Ga kurang, dan ga lebih. Biasanya sih gitu.


Sekian dari saya. Hore update blog tiap hari... ( ^,^)9

Selasa, 25 Februari 2014

Paradigma Seorang Perempuan Seperempat Abad Dalam Bermasyarakat

Gambar nemu, haha!



Pada suatu sore yang tinggal beberapa menit menuju jam pulang kantor...



“Fel, install evian baby and me cobo... Pengen reti muka bayi kita kayak piye...”
“Duh. Emoh ah. Lagi males. Hahahhaa. Utekku isinya lagi banyak sampah e... Mau posting blog tiap hari, tapi hari ini ga tau mau posting apa. HAHAHAHAHAHHA.”
“Posting soal bayi?”
“Hmm... Iya ya.. Boleh.”



And then well done! Ajeng berhasil memberi saya ide menulis sore ini tentang BAYI. Apa sih bayi menurut kalian? Makhluk mungil polos kecil lucu? Kenapa ya semua orang suka sama bayi? Bahkan saya sendiri pun suka melihat bayi! Hebat. Apa karena jiwa keibuan saya mulai muncul? No no no! Bukan karena itu saya rasa, tapi karena... Bayi itu pandangannya polos, mungil, lucu, ringkih minta dilindungi terus dari peluru-peluru bertaburan, dan kalo dia tertawa itu berasa... BA-HA-GI-A ada di dalam diri. Semriwing gitu. Dunia terasa indah dan pelangi-pelangi imajiner bermunculan. Tapi kalo udah soal bersihin dan beresin eek-eek bayi ato pipis-pipisnya. Haha! Bo’, kesel! Nyuci baju saya sendiri aja males, apalagi nyuciin baju tambahan punya yang laen. Ya mbuh sih ya, kalik kalo saya jatuh cinta sama bayi, nyuciin baju bayi aja berasa bahagia? Aku durung weruh.





Bayi Dalam Paradigma Perempuan Seperempat Abad

Bayi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah anak yang belum lama lahir. Dan kebanyakan umur sekita wanita, se- ((((( K I T A ))))), udah banyak yang kepingin punya bayi. Lah? Alesannya apa? Kultur masyarakat? Jam biologis? Iya kalau udah ada calon. Lha kalo belom ya masak didesak-desak dengan pertanyaan, “kapan kawin?” CALON WAE RUNG ONO LOH, MAS MBAK MBOK BUDHE! Mbok percaya aja gitu loh sama Gusti Allah yang ngasih rejeki, lak yang penting upgrade diri terus. Trus lagi, kalo umur seginiseperempat abadbelom ada calon dibilang ga payu? Nikah itu bukan soal lomba lari. Nanti kalo udah saatnya kan ya DUER gitu, dapet hadiah. Sudah saatnya punya keluarga, lak ya DUER pengen duwe anak sisan. Kalo belom ada, ya udah ga perlu didesak. Society! Nah, ini juga muncul paradigma perempuan telat nikah itu ngamukan? Ini udah sering dibahas juga termasuk dalam buku Exparasit Lajang oleh Ayu Utami. Ngamukan-nya itu bisa berasal dorongan dari luar yaitu society, juga dalam diri sendiri seperti kurang bahagianya diri sendiri karena jarang dielus-elus—kayak, macan yang jarang dielus-elus kan ya beda efeknya sama macan yang sering dielus-elus. Yakalik cewek dibandingin mirip kayak macan?




Minggu, 23 Februari 2014

Kereta, Peron, dan Anak Kecil

Kereta. Peron. Anak kecil yang tak diajak pindah oleh keluarganya ke Jakarta karena sekolah di sana kabarnya mahal. 

Ia ditinggal begitu saja oleh mereka dengan berjuta alasan, "Keuangan kami tidak memungkinkan engkau bersekolah di Jakarta, nak. Adik kau belum bersekolah maka kubawa serta mereka bersama kami." 

Lantas, ia tinggal bersama neneknya di Jogja. Kecewa.
Lantas, si anak kecil itu melempar karcis peron ke arah kereta yang meninggalkannya. KECEWA.


Cerita ini saya ceritakan ulang dari cerita sekitar tahun 1970-an oleh vokalis ARMADA RACUN yang aduhai indah rambutnya...

Sabtu, 22 Februari 2014

Morning Question

Someday, if there is a man lays beside me every morning, i'll give him a question. And if he is right, i'll kiss him deeply for a few minutes. The question is, Who is your God?

Am I sweet? No. I'm sweat.


Happy beautiful morning day.

Kamis, 20 Februari 2014

Nanti Tuhan Cemburu

Demi Tuhan Penguasa Timur dan Barat, kumohon engkau pergilah sebentar dari otakku, aku tak mau Tuhan cemburu padamu. Kau bisa habis nanti dimakan-Nya dan aku akan dilumat-Nya pula.

I Like The F Word


I'll keep this rubbish here, in my blog... 
Just for being my life's story when I was falling in love with you,
Or just for a reason when I'm gonna be lost all my memory and I can not remember you again and again.

Rabu, 19 Februari 2014

Do You Miss Me, Eh?



"I have something to tell you now, i have a billion things to tell about,"

"Opoo"

"Do you miss me? Oh, I don't miss you too. Fairly good then, I'd rather writing books than missing you..."

"Maksudmu opoo"

"Not every words I typed for you have meaning for you, and not every words you typed means nothing for me..."


*gambarnya nemu di mana lupa

Sabtu, 15 Februari 2014

Diagram Venn Perkawanan

Di suatu sore yang matang, seorang kawan mengajukan pertanyaan yang mendalam sekali pada saya... 

"Fel, menurutmu teman itu apa?"
"Apa ya... Sebentar."


....
....
.... 

Dan saya pun masih berpikir, jauh luar biasa ke dalam lubuk hati saya.


TARAAAAA! Jadi, gini penjelasannya menurut diagram venn versi saya.


1. You're falling in love with...
::: Pure love. Ga minta dicintai balik juga. Kalo dicintai balik, itu bonus. Pokoknya seneng aja kalo liat dia seneng. Sedih juga kalo liat dia sedih. =.{ 
Dia senyum aja udah bisa bikin seneng berbunga-bunga kek kejatuhan bunga kecup-bung (?). Namanya juga cinta. Bisa sama siapa atau apa aja. Namanya juga cinta. :::
2. Friends with commitment
::: Kayak pola pertemanan di film Sex In The City itu lo... :::
3. Friends who fall in love with you
::: Ya, prinsipnya menghargai aja sih. Tapi jangan maksa dicintai balik ya. Ha! :::
4. Colleague
::: Kenalan, temen sekantor, temen komunitas juga bisa masuk kali ya... :::
5. You're becoming a fan of...
::: Kalok guwek sih, caknun dong. Nomor 5 paling luar. Haha! Beberapa temen juga ada yang saya ngefans banget sama dia. Oya, ngefans sesuatu ato seseorang bisa bikin patah hati juga loh. Misal MU kalah? Patah hati. Atau, Caknun sakit? Saya sedih. Atau ada yang menjelek-jelekkan caknun, patah hatilah saya. Atau ada juga yang berani-beraninya menjelekkan Sherlock, wah saya bisa patah hati dan naik pitam! Apalagi Rasulullah! Bah! Tak injak-injak itu Abu Jalal! :::


Itu Diagram Venn Perkawanan versi saya sih, kalo kamu gimana? Atau kamu ga mau tanya, "kalo aku masuk nomor berapamu, Fel?" Eaaaaa~


Oya, ada yang tau bedanya ngefans sama mengagumi?

Senin, 03 Februari 2014

Motel Maggie

Oleh Failasufa Karima An-Nizhamiya


Illustrasi mbuat sendiri khusus Motel Maggie

“Tidakkah kau merasakan malam ini terasa sedikit lebih dingin dari malam-malam biasanya?”
“Kupikir juga begitu, Dadda...”
“Sebaiknya kita hangatkan badan di dalam rumah. Angin malam di luar jahat sekali.” Sang Ayah berhenti merayap lantas menoleh ke belakang, ke arah lawan bicaranya, mengamati.
“Kupikir juga begitu, Dadda...”
“Ekormu putus lagi?” tanya Sang Ayah datar dan wajar.
Kadal gurun yang berukuran 2 inchi merayapi perlahan batu besar coklat kemerahan lalu diikuti oleh kadal yang lebih kecil. Seberkas cahaya lemah dari lampu penerangan jalan menyusup di antara semak-semak yang mereka lewati. Mereka hendak menuju motel lima puluh meter di depan mereka sembari menyuruk lincah, bersembunyi dari para pemangsa malam. Di antara jarak itu pula terdengar suara mesin truk Chevrolet tua dihidupkan, kerikil berloncatan ke belakang ban, suara mesin makin meraung kemudian melaju cepat meninggalkan halaman parkir berpasir ke arah Gila Street. Begitu pun dari dalam motel, sayup-sayup suara renyah penyanyi lawas Kinky Friedman dengan lagu country-nya, The Ballad Of Charles Whitman, bersenandung lewat radio,
There was a rumor about tumor
Nestled at the base of his brain.
He was sitting up there with his .36 Magnum
Laughing wildly as he bagged ‘em.
Tombol volume radio dikecilkan, lalu suara renyah Kinky Friedman menghilang perlahan, digantikan oleh suara tinggi melengking.
“Beberapa lagu country kadang memang terasa janggal. Apakah kau tidak merasa aneh mendengar lagu yang baru saja diputar di radio tadi, Mattie?”
Sunyi sesaat. Disusul bunyi ujung pulpen diketuk-ketukkan di atas papan kayu.
“Macet lagi ah! Pulpen ini bisa kau tambahkan ke dalam daftar belanjaan besok, Mattie. Kau harus membeli pulpen berkualitas. Tadi aku ngomong sampai mana?”
“Sampai pulpen berkualitas,” jawab suara lain cukup tegas.
“Bukan itu. Sebelumnya lagi. Oh, ya, lagu country yang janggal! Jadi, lirik lagu tadi, lagu yang dinyanyikan Kinky Friedman itu, adalah sebuah ironi. Sedangkan musiknya berjingkat-jingkat ceria seperti anak kecil yang baru saja mendapat permen. Dua hal yang berbeda disulamnya jadi satu, tidak konsisten! Harusnya, Iya-iya, tidak-tidak! Lagu country memang aneh.” Maggie mengomentari tanpa ragu.
Pintu samping bangunan utama motel sedikit terbuka dan angin sedang tidak berhembus. Dua kadal gurun berbintik merah tadi langsung merayap cepat melintasi celah daun pintu. Kadal gurun yang lebih besar melesat terlebih dahulu kemudian diikuti oleh kadal gurun yang lebih kecil. Mereka berhasil sampai ke dalam motel dengan selamat tanpa perlu terjepit daun pintu―karena kawan mereka telah banyak yang mengukir sejarah, mati terjepit daun pintu atau pun jendela. Lagu Country Kinky Friedman masih mengalun sayup, tetapi tetap terdengar keras oleh kedua kadal itu. Mereka menghangatkan diri di antara kaki meja dekat pintu, kaki Maggie Redwine si pemilik motel, dan kaki Matthew Wilson―assistennya yang sekaligus merangkap sebagai bellboy.
“Mengapa radio itu memutarkan lagu sedih malam ini, Mattie?” Maggie menghentikan liukan-liukan pulpen di atas buku administrasi  lalu menyentakkan matanya seketika ke arah assistennya, “Tak adakah lagu yang lebih pantas? Lagu dengan musik gembira lain dan lirik yang lebih menyenangkan? Pada malam menjelang tahun baru, sepatutnya lagu-lagu penuh kegembiraanlah yang diputar. Harusnya lagu riang!” Maggie akhirnya mematikan radio sebelum kemarahannya tumpah.
“Orang yang sedang berduka hatinya biasanya lebih mendengarkan lirik, orang yang sedang gembira hatinya biasanya lebih mendengarkan musik,” Matthew menjawab pelan, melipat koran yang belum sempat ia baca kemarin lantas beranjak dari lantai duduknya. Ia merapikan meja dari tumpukan koran dan majalah berserakan. Kerapian dan kesimetrisan adalah hal yang disenanginya.
“Jangan kau rapikan buku-buku di mejaku, cukup kau rapikan meja ruang tunggu saja. Aku tak suka barang-barangku dipindah-pindah,” sentak Maggie cepat-cepat, “Aku juga tidak sedang berduka,” tambahnya pelan.
“Dadda, apakah kita aman di sini? Sepertinya wanita itu buas sekali,” tanya kadal bertotol merah kecil kepada ayahnya seraya berusaha mengibas-ngibaskan pangkal ekornya.
Pemuda berkumis tipis itu tiba-tiba teringat, “Ada dua kadal gurun bertotol merah, di bawah meja,” dan ia mengangkat kedua alisnya pada Maggie, “Mau kurapikan sekalian?” tanya Matthew.

Kadal yang lebih tua tak menjawab. Ia sedang sibuk mencermati Maggie dalam-dalam. Kulit wajah Maggie tampak berbintik-bintik di sekitar tonjolan tulang pipinya. Rambutnya yang lebat lurus dan tergerai sebahu menguarkan bau apak. Beberapa kali ia menyibakkan poninya yang jatuh ke dahi tanpa hasil. Dan matanya memancarkan banyak ketidakberdayaan pada dunianya yang sempit.
“Tak usah. Biarkan saja,” sahut Maggie datar. Raut wajah Maggie sekilas tampak sepuluh tahun lebih tua dari usianya seharusnya. Ia juga masih mengenakan kemeja longgar kotak-kotak besar yang kemarin dipakainya.
Maggie melihat jam tangannya, layar jam digitalnya menampakkan angka 09:33 P.M.
“Pada pukul sembilan lewat tiga puluh tiga menit malam setahun lalu, apa yang sedang kau lakukan, Mattie?” tanya Maggie tanpa menatap Matthew. Ia terus menunduk sesekali melirik jam tangannya sembari meliyuk-liyukkan ujung pulpennya lagi. Di halaman terakhir buku administrasinya ada gambar babi kecil berhidung besar bermata sayu dan berponi melintir ke bawah, di sampingnya ia tambahkan gambar awan dengan banyak garis melingkar-lingkar sembarangan.
“Sepertinya aku masih bekerja sebagai petugas lift di Raddison Hotel, akhir tahun kemarin. Aku tidak mengambil cuti, sepertinya.” Matthew menyangsikan jawabannya sendiri.
“Bagaimana dengan tahun lalunya lagi? Dua tahun sebelum ini.”
“Aku lupa, mungkin juga masih belum mendapatkan cuti.”
Angin di luar bertambah kencang. Ranting semak-semak di luar motel mengetuk-ngetuk kaca daun jendela beberapa kali dan membuat tarian bayang-bayang hitam menakutkan. Anak kadal gurun tersebut bergerak-gerak gelisah di belakang ayahnya sambil mendecak-decakkan lidahnya. Sang ayah membalas dengan kibasan ekor ke kanan dan ke kiri, sedangkan kepalanya tetap lurus ke depan memperhatikan dua sosok manusia di hadapannya, Maggie dan Matthew. Si kadal Dadda berasumsi bahwa jika ia sering menonton para manusia bertingkah, ia akan mampu mengambil banyak pelajaran hidup―setidaknya, minimal untuk bertahan hidup agar ia dan kawanannya tidak mati terinjak oleh mereka.
Mattew berkata lagi, “Boleh kuhidupkan radionya lagi? Akan kupilihkan lagu gembira dengan lirik yang juga gembira untukmu. Malam ini, malammu!” diputar-putarnya tuning radio, berhenti beberapa saat, ia dengarkan lagunya sebentar, lalu ia kembali memutar turning radio hingga ia menemukan lagu ini,
Somewhere beyond the sea,
Somewhere waiting for me,
My lover stand on golden sands,
And watches the ships that go sailing.
Beyond The Sea―Robbie Williams. Volumenya ia keraskan. Lagu yang gembira, lirik yang gembira, dan timbre suara yang ringan. Maggie pasti menyukainya!
“Silakan.” Matthew yang berbadan tinggi jenjang membungkukkan badan sedikit kepada Maggie lalu berbalik pergi ke ruang janitor.
“Mattie, bagaimana jika kita menutup motel untuk malam ini saja? Kau kuberi cuti libur akhir tahun dan tetap akan kubayar uang lembur akhir tahun.” Maggie setengah berteriak kepada Matthew yang sedang mengepel lorong samping antara pantri dan ruang makan. Lagu Beyond The Sea masih mengalun pelan. Alis Matthew yang tipis tampak dikerutkan, ia hanya menoleh dengan tatapan menyelidik.
“Ayolah, temani aku sekali ini saja merayakan malam pergantian tahun. Kau mau kan, Mattie?” lanjut Maggie.
“Bagaimana dengan para penyewa kamar saat mereka kembali lalu meninggalkan motel, dan tak ada orang di sini. Kau sudah memikirkannya?”
Pertanyaan itu dijawab Maggie spontan berdasarkan perkiraan-perkiraan kasar dari pegalaman-pengalamannya tahun lalu. Semua penyewa kamar rata-rata tak ada yang tak meninggalkan kamarnya selama malam pergantian tahun berlangsung, termasuk malam ini. Jam kembali mereka ke motel paling awal adalah pukul empat dini hari.  Mereka langsung menuju kamar masing-masing tanpa memesan menu makanan atau minuman setelahnya. Kunci kamar motel dibawa oleh masing-masing penyewa kamar. Jadi, Maggie dan Matthew tak harus kembali sebelum pukul empat pagi. Mereka hanya perlu kembali sebelum jam sarapan tiba, tentunya untuk menyiapkan menu sarapan―sekadar berjaga-jaga manakala ada tamu yang mampir untuk sarapan belaka.
Maggie dan Matthew akan meninggalkan motel dalam keadaan lampu dan radio masih menyala untuk memberi kesan bahwa di dalamnya masih ada orang―siasat penting untuk mengelabui para pencuri. Sedangkan di pintu masuk halaman parkir, diberi plang dengan tulisan “KAMAR PENUH” walau masih ada beberapa kamar yang belum terisi.
“Baiklah, Miss Redwine,” sahut Matthew, “Kau ingin aku manemanimu kemana?”
“Aku pun tak tahu akan pergi kemana, Matt. Kupikir... “ Maggie berdiam sebentar, “Kau ada ide, Mattie?”
Gelengan kepala Mattew terasa terlalu mantap seraya mengerucutkan bibirnya. Matthew tidak tahu apa yang harus dijawabnya pada Maggie. Kesunyian mampir sejenak dalam benaknya.  Tiba-tiba kepalanya dipenuhi oleh ingatan-ingatan masa lalu. Terasa terlalu lama ia ditinggalkan oleh hingar-bingar kehidupan. Bahkan malam natal pun ia lewatkan dalam keheningan. Ia juga lupa bagaimana cara merayakan malam tahun baru. Yang masih ia ingat, dulu kedua orang tuanya bekerja di pub, begitu juga saat momen malam pergantian tahun.
“Pub?” tanya Mattew ragu. Maggie menolak. Alasanya karena terlalu banyak bau busuk di sana. Bau muntahan. Assitennya itu menawarkan lagi beberapa tempat yang sama sekali tidak menarik, “Riverside? Kampus Phoenix? Atau rumah kakek-nenekmu?” Maggie menolak lagi. Maggie semakin mual dan merasa segala-galanya keliru.
“Dadda, kita akan menonton mereka berdua dari bawah meja ini, sampai kapan?” tanya kadal gurun kecil.
“Kurasa pertunjukan ini sudah mulai membosankan,” ujar Dadda pada dirinya sendiri.
“Dadda...” seru kadal kecil pada ayahnya karena ia tak diacuhkan.
Terdengar bunyi ban berdecit kencang diikuti dengan pintu mobil digebrakkan dari arah halaman parkir motel. Langkah-langkah berat datang bersamaan dengan bunyi gilasan antara roda-roda plastik dan kerikil jalanan. Seorang lelaki kecil ramping bertopi Yankees dengan koper berukuran sedang di sisi kanannya muncul di depan pintu. Lantas ia berkata mengenai niatnya untuk menyewa kamar beberapa hari. Orang ini agak rewel rupanya. Ia meminta sarapan diantar setiap pagi ke kamarnya. Ia juga akan memakai jasa binatu setiap harinya. Dan ia menginginkan dua piring spageti dan segelas bir saat ini juga. Maggie dan Matthew saling bertatapan.
“Nak, kau mau kuajak jalan-jalan keluar malam ini? Dadda akan  memperlihatkan kepadamu sesuatu.” Ajak kadal gurun bertotol merah yang lebih besar.
“Di luar dingin sekali Dadda, angin bertiup begitu kencang. Bahkan pemangsa malam pun sepertinya tak beringsut sama sekali dari tempatnya di malam yang dingin ini.”
“Tak akan terlalu dingin. Kau ikuti saja Dadda di belakang. Kita akan menikmati malam pergantian tahun di luar sana.”
Dadda bergerak cepat menyelinap keluar ruang penerima tamu menuju halaman parkir. Kadal gurun kecil megikutinya sigap. Kedua kadal gurun bertotol merah merayapi ban depan bawah kemudi Ford Sierra tua milik lelaki bertopi Yangkees tadi. Lelaki itu akan mampir sebentar ke kota lalu kembali lagi ke motel―pastinya tidak untuk suatu hal yang bersangkutan dengan perayaan malam pergantian tahun. Mereka akan cukup hangat dengan memperoleh tumpangan sampai di kota. Dalam perjalanan menuju kota, Dadda menyenandungkan lagu Beyond The Sea dengan cemerlang dalam frekuensi suara yang tak mampu didengar oleh manusia. Dan kadal gurun kecil mengikutinya dengan terbata-bata.

-o-

Jauh beberapa mil di belakang mobil pria bertopi Yankees tadi, “Kau mau kuambilkan brendi di gudang belakang, Maggie?” tanya Matthew kepada Maggie.

SELESAI