Rabu, 11 April 2012

Bu, Aku Lahir Lewat Mana?

Kata orang, dan sudah menjadi fakta umum bahwa masa kecil adalah masa paling kreatif dan masa penasaran tingkat tinggi—pikiran mereka masih murni, bebas tanpa tau dan mengerti patokan-patokan baku yang membuat kaku. Bahkan, penemuan-penemuan para penemu besar pun, dihasilkan dari pertanyaan polos seorang anak kecil yang mana pada akhirnya orang yang ditanya akan belajar dan melakukan pembelajaran. Seperti, "Mengapa buah apel itu jatuh dari pohonnya?", jikalau yang ditanya adalah seorang ibu biasa dan sudah bosan serta tak acuh dengan pertanyaan anaknya, ia akan menjawab "ya karena sudah saatnya jatuh". Berbeda jika pertanyaan itu ditanyakan oleh seorang Sir Isaac Newton, maka ia akan menggunakan pikirannya, membatin, kemudian berfikir, "oh iya ya?". Dan, berkaryalah dia! Bravo!


Terpancinglah saya untuk teringat masa lalu *halah, masa lalu!* akan suatu kejanggalan. Pada suatu ketika ada seorang gadis cilik, ehm, setingkat TK nol besar, sedang berjalan bersama ibunya, jalan-jalan santai berdua mungkin diajak ke pasar. Mungkin. Entahlah. Pokoknya mereka jalan berdua dan bergandengan tangan. Gadis kecil itu bertanya tiba-tiba—pasti ada sebabnya itu, pemicu pertanyaan tiba-tiba, pasti! Tak mungkin tidak,
          "Bu, aku lahir lewat mana?".
          Sang ibu pun terdiam beberapa detik lalu dengan bijak menjawab,
          "Lewat udel—lewat pusar."
Oh, dan sang anak pun terdiam beberapa detik. Berpikir, "Udel? Apakah udel adalah jalan keluar yang cukup besar untuk mengeluarku dari perut ibu? Udel kan kecil, dan ga bolong". Jawaban ibu bijak itu pun cukup terdengar janggal di mata sang anak. Gadis kecil yang setia dengan pendapat, "ibu yang berkata, aku pun percaya. Orang besar lebih pandai dan mengerti daripada aku yang hanya anak-anak", pada akhirnya cukup menerima kenyataan pahit tersebut bahwa dirinya lahir lewat udel—That's sound weird, teman.


Seiring berjalannya waktu, anak itu pun tumbuh besar. Dan tentu berkembang, otaknya! Datanglah saat segalanya perlu diketahui, maka segalanya pun diketahui, dan diketahui! 
Di tengah-tengah chit-chat dengan Ni'am Rouf Azzacky,
Fela : aku kecil suka tanya, "bu, aku lahir lewat mana?" ibuku jawab, "Udel."
Ni'am : aku gak pernah nanya, :))
atau jawaban dari seorang mbak Urip Tri Hasanah,
Nene: ora je fel <-- ciri-ciri anak yang tidak kritis. Ga tau kenapa, ga merasa penasaran aja. Mungkin ya itu, ga punya adik, jadi ga penasaran
Dari percakapan tersebut telah tersirat dan tersurat fakta, bahwa ada anak yang sama sekali tak menanyakannya! Ajaib. Saya kira, secara sotoy, semua anak menanyakannya. Oh, ternyata tidak, teman! Tak semua anak menanyakannya. *Saya sudah survey via twitter juga, dan memang benar begitu. Tak semua anak menanyakannya.* Dan itu mengagetkan. Menghancurkan dunia kesoktauanku.


Fela : Aku heran, kamu dulu kok ga penasaran sama kamu lahirnya lewat mana?
Ni'am : Mungkin aku tau duluan sebelum sempat penasaran.
Fela : Penasaranmu telat.
Ni'am : Mungkin si, aku lupa.
Fela : Itu aku tanyanya pas aku lagi digandeng tangan waktu jalan, sama ibuku pas TK apa ya, atau SD, soalnya ngerti tentang ibuku hamil dan adekku lahir.—kayaknya TK deh, soalnya adekku lahir pas aku kelas 1 SD.
Fela : Oh ya beda, kamu ga punya adek. Jadi ga tanya.
Ni'am : Oh iya. Gara-gara itu kali. 
Dan benar, ditemukan fakta kedua. Anak yang bertanya, dia punya adik. Yang tidak bertanya, dia tak punya adik. Kurasa itulah penyebabnya. —Sudah survey via twitter juga lho... dan yang menjawab tidak pernah bertanya itu adalah orang yang tidak punya adik.— Anak yang punya adik, ia mengalami pengalaman melihat ibunya berperut besar dan semakin besar. Ditambah pula dengan keterangan si ibu "Di dalamnya ada adekmu, kamu juga dulu seperti ini. Dalam kandungan ibu di dalam perut, makanya perut ibu besar". —Tsyaah! Mungkin penyangkalan untuk menutupi penambahan berat badannya—. Anak yang tidak punya adik, tak memiliki pengalaman tersebut.


Fakta ketiga. Saya setengah percaya perkataan ibu tentang udel sampai saya duduk di bangku SMP setelah mengenal pelajaran Biologi. Apa ya, rasanya itu, seperti dikhianati dikibuli dibohongi diapusi! Ibuku adalah seorang ahli mikrobiologi—mikrobiologi bo'... artinya, mikrobiologi lebih dalam ilmunya ketimbang biologi saja. Dan saya dibohongi. Haaaaak! Tak dijelaskan secara ilmu pengetahuan yang sebenarnya. Mengecewakan. Karena merasa akan kesusahan jika menjelaskannya secara ilmu pasti, beliau malas ribet lalu merelakan membohongi anaknya. Merelakan perasaan anaknya hancur lebur dibohongi puluhan tahun—mungkin ga ada sepuluh tahun si, tapi mendekati sepuluh tahun.
Akhirnya, kekecewaan sang anak pun reda. Berusaha memahami situasi 'kaget' oleh pertanyaan anaknya yang tiba-tiba. Tak mau menimbulkan prasangka dan mengurangi rasa sakit hati, bertanyalah saya. Sekedar kroscek.
Fela : "Ibu dulu pernah bilang aku lahir lewat udel" 
Ibu : "iya ta? ibu lupa". 
Fela : (staight face)
Batinku, "Dasar, ibu-ibu! Segampang itu berkata udel, padahal sang anak sangat mempercayainya dan memikirkannya dengan sangat serius. Sangat berat dan serius."



Saya pun berpikir dan mengambil pelajaran sebagai pembelajaran dari pengalaman sebagai anak yang pernah dikibuli ibunya sendiri. Bahwa, saya akan malu kalau menjadi ibu yang membohongi anaknya. Karena, lama-kelamaan akan ketauan. Anak tumbuh, berkembang, dan akan sadar—"Bu, aku lahir ga lewat udel. Kelahiran lewat udel adalah hal yang konyol. Dan jawaban ibu, benar-benar konyol!"—. Ingatan anak, tak semudah itu hilang. Ingatannya, masih menempel di kepala sampai hari ini, sampai umur anak tersebut sudah 24 tahun. Saya tak akan melakukan hal sama yang telah ibu itu lakukan pada anaknya. Yang perlu dilakukan adalah melakukan persiapan menjawab pertanyaan-pertanyaan anak dengan jawaban berdasarkan ilmu pengetahuan yang benar namun dapat dimengerti anak. *Tapi, opo yo...* Untunglah saya belum beranak, jadi belum akan mengalami itu dalam waktu-waktu dekat. Tapi, tetap berpikir. Untuk persiapan, biar tidak mengecewakan si anak. Oke? Jadi, apa ya? :)) Jawaban pas-nya maksudku. Ada yang mau urun rembug persiapan jawaban-jawaban atas? Ihik. Mari belajar dan berkarya. Terima kasih dan sekian. :)

***


Tambahan aja: Pikiran anak-anak itu, terkadang aneh. Konyol. Tak masuk akal. Seperti,

"Pokoknya aku nyimpulin dari pilem-pilem, kalo cewek ama cowok deket-deketan dalam waktu yang lama, si cewek bakal otomatis hamil."
(oleh Ni'am yang mengingat-ingat masa kecilnya)

"Kamu makan jeruknya, bijinya kamu telen ya? Ih... itu kan bahaya. Nanti biji jeruknya tumbuh di perutmu lho" 
(oleh teman maen kecil, lupa siapa. Maaf, sudah lama.)
Adalah sebuah bentuk peringatan sekaligus perhatian dari seorang teman ketika saya duduk di bangku awal-awal SD. Saya pun percaya ketika itu, bahkan sampai terbawa mimpi kalau ubun-ubunku akan jebol oleh pohon jeruk, akibat pohon jeruk di dalam perut yang semakin tumbuh ke atas. Dan aku akan berjalan seperti manusia yang kepalanya ditumbuhi pohon. Bodoh.

 
"Jangan minum dari sedotan yang sama. Nanti kalau bekas mulutnya (menunjuk Y laki-laki) di sedotan itu, nempel di mulutmu (menunjuk X perempuan) maka kamu akan hamil"
(oleh Teman SD, lupa siapa. Maaf, sudah lama.) 
Adalah percakapan antar teman laki-laki dan perempuan yang saya dengar ketika duduk di bangku kelas 6 SD. Pikirku saat itu, "Hah, bodoh dan keterlaluan! Mana ada hal-hal segampang itu bisa menyebabkan kehamilan? Lalu apa yang bisa menyebabkan kehamilan? Aku pun tak tau."—kan masih kelas 6 SD, tapi tak semudah itu pula, percaya pada kekonyolan macam itu. :D
Ha!

 

3 komentar:

  1. sampai smp, saya masih mengira kalo tidur dan menyentuh kulit papa saya, maka saya akan hamil. baru sma saya bener2 ngeh gimana proses nya. jangan salahkan saya, salahkan orang tua saya yang menyerahkan pendidikan itu ke bangku sekolah, dan kebetulan saya sekolah di Indonesia bagian timur sana. *just saying*

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hai anonim. Thx sharingnya.
      Aku juga dilema, dan belum menemukan cara berkata dan menjawab yang tepat perihal di atas, pada anak saya besok. Apa ya kira-kira jawaban yang pas dan pantas?

      Ketika SMP pun, saya lanjut bertanya pada ibu saya, katanya bayi keluar dari perut lewat lubang kita kencing, dan aku berpikir kembali karena masih ga mudeng antara kencing dan pub keluar dari tempat yang berbeda, dan saya bertanya pada ibu saya lagi, "bagaimana kalau keliru mau Pub malah nglairin, adek bayinya kasihan dong, kecemplung toilet.?"
      Dan ternyata, memang kalau tidak dijelaskan secara ilmu anatomi, tak akan mudah diterangkan. Oh God! Saya akan menjelaskan besok pada anak saya, dengan cara ilmu anatomi tubuh wanita.

      Hapus
    2. klw saya waktu kecil malah mengira klw suntik kb otomatis akan hamill.......hahahaha konyol...

      Hapus