Saya tidak tau kalau udah jam segini apa lagi yang harus saya lakukan, musti ngapain—kecuali solat nongkrong di mushola lantas baca buku sebentar sambil tiduran. Oke. Namun sekarang saya sedang tidak solat (baca: sedang dalam siklus menstruasi), juga sedang tidak mendengarkan musik, headset saya rusak begitu juga dengan earphone saya. Berasa dunia goyah. Oh Tuhan—Wah, pertanda ini, saya harus gondelan lagi pada Tuhan. Apalagi setelah pukul 15.30... Otak saya langsung pengen nglemprek di meja, dan badan saya maunya dipijet. Iya. Mungkin yang saya bisa sekarang adalah, ngoceh di blog. Mau membaca di kantor, malu kalo ketauan, padahal sebenarnya ada kerjaan. Jadi, beginilah saya. Akhirnya ngeblog.
Kali ini saya akan membahas yang enteng saja. Mengenai waktu dan momen. Lagi-lagi sama Ajeng. Ada apa dengan Ajeng?
"Kenapa sih Jeng, sehari kok cuma 24 jam? Kenapa ga 36 jam aja? Kan enak. Kita bisa ngapa-ngapain seharian. 7 jam kerja. 8 jam tidur. 3 jam isoma dan ngaji. 5 jam baca buku. 5 jam maen musik. 2 jam nonton film. 2 jam bercengkrama dengan kawan. 2 jam belanja dan masak. 2 jam mencuci dan menyetrika."
((((( JEDA )))))
Telepon supplier sana-sini aja deh, haha.
"Soalnya, waktu dibatesi, biar kita menghargai keterbatasan itu. Kalau ga dibatesi, waktu ga akan terasa berharga. Dalam hal ini, waktu. Dan kamu bakal ngentengin waktu. kalo manusia dikasi kesempatan 1 hari lebih dari 24 jam atau lebih panjang dari biasanya, manusia ya tetep ga puas, nanti dia pasti minta tambahan waktu terus dan terus."
"Iya. Kayak film About Time-nya Rachel McAdams."
"Kayak Filme Justin juga, In Time judule."
......
"Aku habis mbukai instagrammu."
"Iya. Terus, nemu apa?"
"Foto-fotomu dari awal sampe sekarang. Ketok bahagia banget kamu. Foto kan ga cuma tentang hasil, tetapi juga prosesmu mengambil gambar, menangkap momen-momennya, kamu bener-bener merasakan dan menikmati momen-momennya. Dan jadilah hasilnya. Foto jepretanmu."
"Ohh..."
"Kapan kamu mau motret lagi?"
ajeng lagi. lagi-lagi ajeng. ada apa dengan ajeng?
BalasHapus