Aku jatuh cinta.
Pada tiga orang gadis, dan seorang wanita, juga
beberapa lelaki.
Cinta itu tidak mengikat.
Hanya jatuh cinta saja.
Seorang teman SD-ku dan juga teman SMA-ku, Hana Siva
namanya.
Seorang teman SMA-ku yang juga temannya teman SD-ku
itu, Syani Masinta Suri namanya.
Seorang teman yang kutemukan di Jogja. Alfu Laila namanya.
Seorang wanita, tentu ibuku. Sri Darmawati namanya.
Aku tak mengharapkan apa-apa dari mereka.
Aku hanya senang jika bertemu dengannya. Senang yang
malu-malu.
Aku menggunakan hatiku untuk mereka. Bukan berarti
kepada yang lain aku tak menggunakan hati. Kepada mereka, aku mempersembahkan
banyak.
Jatuh cintaku ada cirinya.
Seperti.
Kepada Hana, ketika SD aku rela berjalan kaki sekitar satu
atau dua kilometer usai pulang sekolah. Rumah kami searah. Bedanya, Hana 2 km
dari sekolah, Aku 18 km dari sekolah. Tentu setelah sampai pada ujung jalan
Hana harus belok, aku lanjut naik bis, pulang ke rumah. Aku hanya senang berjalan kaki bersama Hana. Kami tak bergandengan tangan. Tak pernah.
Kepada Hana, ketika SMA setelah aku bersepeda motor ke
sekolah, aku selalu mengantarkan Hana pulang masuk ke gang senggol menuju
rumahnya. Tanpa bayaran. Tanpa harapan Hana akan berlaku begitu juga padaku.
Paling-paling, aku hanya memintanya dengan menggodanya, “yang mbonceng,
yang bayar parkir.” untuk membayar parkir jikalau kami berdua bermotor akan ke suatu
tempat setelah pulang sekolah. Dan aku senang menggoda Hana. Misalnya lagi ketika menyeberangi lampu lalu lintas, dan Hana tak memakai helm. Maka aku menyuruhnya turun dari motor, "Han, nyabrango, ga ngganggo helem sih, tak enteni seberang bangjo yo, sampe ga ketok karo pak polisi. Ngko bonceng aku meneh trus nek ono polisi meneh, mudun meneh ya. Hahahahhaha. Cepet Han! Mlayu, Han!" Dan Ia mencibir padaku. Hana
menarik untuk digoda. Ekspresi sebalnya itu, lucu sekali. Aku senang melihatnya
sebal.
Kepada Sinta, aku sungguh-sungguh sedih ketika
dia kecelakaan motor. Jarang-jarang aku bersedih untuk seorang teman—mungkin hatiku sekeras baja, hingga sulit disusupi. Hanya
sedikit orang saja yang kuperbolehkan menghuni hatiku.
Kepada Sinta, aku hadiahi dia sebuah pin mungil
kecil ketika dia berulang tahun. Ini pertama kalinya aku mengado dengan hati
dan dengan malu-malu. Aku pesankan dahulu pin tersebut, terpatri namanya di
pin, Syani Masinta Suri. Dan aku malu-malu menyerahkannya kepadanya. Aku tak membungkusnya. Aku hanya memasukkannya ke kantong plastik bening
kecil, kumasuki beberapa receh entah berapa jumlahnya, dan kukunci menggunakan
seteples yang diiringi dengan permen-permen seharga ratusan rupiah mengitari bungkus plastik
bening kecil tersebut. Itu juga atas saran Hana agar membungkus kado pin untuk
Sinta. Dan itulah hasilnya. Dibungkus dengan plastik bening kecil yang dikeliling permen-permen murahan. Dan kuserahkan dengan malu-malu. "Nih! Kado."
Hana, Sinta, dan Aku satu sekolah ketika SMA. Saat itu,
Hana belum begitu akrab dengan Sinta. Karena kami bertiga sama sekali tak
pernah sekelas berbarengan. Yang ada hanyalah, Hana dan Aku sekelas di kelas 3
SMA, Hana dan Sinta sekelas di kelas 2 SMA. Sinta dan Aku sekelas di kelas 1 SMA. Namun sampai kelas 3 SMA akan lulus, Sinta dan Hana hanya saling
kenal.
Kepada Alfu, aku juga pernah mengado Alfu hadiah
ulang tahunnya. Sebuah buku yang kubungkus apik. Dan kuserahkan dengan
malu-malu.
Kepada Alfu, aku akan senang dan berbunga-bunga
jika bertemu dengannya. Aku senang tidur satu kasur dengannya. Dan mengobrol
apa saja dengannya. Dia orang yang menarik menurutku. Antara orang polos, lugu, kaku, unik, dan klenik! Dia tertarik kepada sesuatu yang langka, aneh, dan magic! Dia pelanggan website
primbon.com. Dia juga senang membaca tarot. Dan membaca hal-hal berbau pengetahuan sejarah yang aku kebanyakan tak tahu. Alfu senang menceritakan apa-apa yang dia ketahui yang dia baca. Dan aku senang didongei! Pas.
Kepada Alfu, aku mendatangi seminar skripsinya.
Dia Fakultas Pertanian. Aku Fakultas Teknik. Kalau sampai aku rela mendatangi
dan peduli kepada seminar seseorang yang tidak satu gedung denganku yang artinya aku tak paham materi seminarnya, maka
artinya aku telah jatuh cinta padanya.
Begitulah cirinya.
Aku jarang mengado. Aku hanya mengado kepada seseorang
yang benar-benar mampu merebut hatiku. Dan biasanya aku mengado dengan benda
yang kurang terhormat. Dan dibarengi dengan
penyerahan kado yang malu-malu.
Kepada ibuku. Sri Darmawati. Aku mengado indomie, karena ibuku senang indomie.
Ketika itu aku masih SMA.
Kepada ibuku. Sri Darmawati. Aku menuliskan surat cinta kepadanya
yang sampai sekarang bahkan tak pernah kuserahkan kepadanya.
Kepada beberapa lelaki. Tentu mereka sahabat-sahabatku yang
sangat kuhormati dan hargai. Tak perlu kusebutkan namanya, nanti pacar-pacar
mereka menimpukiku. Aku tak mau.
Ungkapan kejatuhcintaanku cukup aneh ya?
Kepada mereka, aku memberi spasi antara hidupnya dan
hidupku. Begitu pun mereka. Kita telah hidup sendiri-sendiri dengan kesibukan
sendiri-sendiri dengan kepentingan sendiri-sendiri. Aku tak menuntut mereka
untuk mencintaiku balik. Aku hanya jatuh cinta. Jatuh cintalah tanpa “keakuan”. Tanpa beban, tanpa ikatan, tanpa paksaan, tanpa harapan. Hanya jatuh cinta. Jatuh cintalah tanpa “keakuan”. Kau akan mengerti rasanya terbang. Seperti burung.
“Menjauhlah agar mampu merasakan dekat.” ~ini ngutip,
lupa siapa.
ecieehhh mbak fela. ini linda adek sinta...unyu2 jg ya kamu mbak <3
BalasHapusCieee meneng yo, rahasia. Ojo diomongke mbakmu. HAHAHHAHAHHA.
Hapus