Selasa, 09 April 2013

Pilih Mana?

Hai. Helo. Haaaaiiii... Helooo... Wah, saya jadi kaku sudah lama tidak ngeblog. Hai. Gitu saja ya? 



Oh ya, akhir-akhir ini, saya sedang hobi dan pandai menggombal. Mau tau contohnya? 

"Hai, kamu tampah sekali..." (catatan: ini tidak typo)

| "Nama?" | "Meri" | "Nama Lengkap?" | "Whudyu Meri Mi" |

"Kamu mau buat anak sama aku ga, dengan halal (dengan halal : diucapkan pelan)?"

"Kapan kamu mau membuahi dinding rahimku agar ia tak runtuh-runtuh lagi? Perutku sakit kalau dinding rahimku tak dibuahi." (WHAT? Pikiran ini muncul ketika mens hari pertama, saya heran kenapa Tuhan menciptakan reaksional terhadap dinding rahim yang tidak dibuahi dan menyebabkan keruntuhan... Kan sakit. Bayangkan, bagian dari tubuhmu rontok di dalam rahimmu, dan menyebabkan berdarah-darah. Bisa dibayangkan? Mengerikan bukan? Wow.)




Oke sekian intermezzo pikiran hot ini keluar di siang yang sedang hot juga. Ahhhh hooottttt... 




Celutukan-celetukan tersebut bukan berarti saya lagi pingin nikah lho, bukan. Tapi pingin kawin. HAHAHHA. No-no-no... Kapan-kapanlah nikahnya, ntar aja. Cuma semacam celetukan bahwa di society sekitar kita, ranah Indonesia, umur sesaya―dimulai dari angka 25―sudah macem punya keluarga kecil dewe. Jadi saya ikut meramaikan society saja, diumur kita yang sedang ranum-ranumnya untuk membuat anak kemudian beranak. Yah karepmu... Kadang society itu kejam. Siapa sih eluuuu... Siapa... Sekumpulan orang yang suka menilai dan mengecap. CAP! Tak kecap lho kamu... ―Tak kunyah sambil kecap, berbunyi "cap-cap-cap" seperti kuda yang sedang makan, "cap-cap-cap" kecap!― 





Kembali lagi kepada kelurusan hidup, demi kelancaran hari ini dan hari selanjutnya, dan selanjutnya lagi, mari berdoa setiap pagi, seperti ini?

#doapagi isikanlah freon dalam hati dan kepala. *inspired by mbak Ayu Utami (lagi). 

Setelah membaca bukunya Mbak Ayu Utami "Si Parasit Lajang" jadi gatal mau ikut berceletuk juga. Tapi ini beda perkara dengan kelajangan atau kemenikahan. Bukan. Sudah jelas itu sudah dibahas oleh mbak Ayu Utami di bukunya "Si Parasit Lajang" kan... Maka di bawah ini saya akan membahas yang ringan-ringan saja. 






Mengapa kita hidup menjadi manusia? 


Mengapa Tuhan memasukkan ruh kita ke dalam seonggok tubuh seorang Fela, Faila, Sufa, Karima, atau Susi, Sari, Tejo, Suminto? WHY sebagai manusia? Pasti ada tujuannya. Kenapa tidak seekor cicak di dinding saja yang dengan seenaknya suka mengintip orang mandi atau menonton percumbuan sepasang sejoli dalam sebuah kamar? *Mesum kamu! Ceples!* Atau seekor kecoak yang hidupnya dikecam dan dijudge makhluk menjijikkan? (Jangan salah, kecoak termasuk serangga paling purba lho... Paling keren bertahan hidup.) Mengapa juga tidak sebagai sebongkah batu? Kertas? Atau gunting? *Kemudian pingsut, hompimpah!* Atau tanaman? WHY GOD? WHY? 





Ah Tuhan... Mengapa? Mengapa kau memilih ruh kami hidup sebagai manusia? Yang kemudian diuji diberi masalah/cobaan/ujian/test―pilih kata yang mana? Yang katanya, masalah adalah cobaan untuk meningkatkan derajat kemaslahatan hidupnya kelak, derajat kemampuan kompetensinya untuk bertahan di dunia ini. Yang kuatlah yang menang. Teori evolusi.―Duh, diciptakan kok ya untuk diberi cobaan. Mbok yao diciptakan itu untuk bersenang-senang lho... Kalo senang kan bisa menghilangkan stress. Kenapa berhubungan badan itu harus dengan cap “kudu halal”. Saya masih takut sama aturan Tuhan. Jadi saya ga neko-neko dengan cara banyak self-controlling. Haaaahhh... Pada akhirnya orang-orang mencari cara yang lain, masturbasi atau onani dengan imajinasinya. Cowok enak, bisa mimpi basah. Lha cewek? Aaaahhhh... ―Keluh, peluh. Mengeluh adalah salah satu penyebab berpeluh. Kalau begitu, nanti cerai gimana setelah “kontrak”-nya habis? Ya, seperti kawin kontrak. Pokoknya banyak jalan menuju Roma deh... Demi, formalitas halalan halalun hahaha! HALAL! HALAH! Halal=Halah? Okeee... 
Eh tapi temen cowok pernah bilang lho, 

“Malah ga enak mimpi basah, membuat kepingin, pas mau kejadian “ik uk ik uk” eh malah mimpinya bubar, bangun. Kecewa kan? Terus kapan lagi mimpinya? Mumpungnya kok nanggung.”

“Ya tidur lagi dong... Malah enak. Kalau aku cowok, ya aku tidur terus, biar mimpi terus. Hahahaha.” Kataku.

“Ya ga bisa dong Fel, mimpinya datang tiba-tiba secara ga diminta, kayak dapet mukjizat gitu deh... Yang datang tiba-tiba. Terserah Yang Di Atas ngasih mimpi apa enggak.”

“Ohhh... Gitu....” 




Kembali lagi, Yang Maha Memberi Masalah kok hobi ya membuatkan banyak masalah buat si pemasalah-pemasalah ini? Kadang Tuhan usil ya, iseng, bercanda. Hahaha. Usil-usil sayang, kataNya... Kata teman saya, Nadia, kalau seneng-seneng terus juga bosen, kalau ga ada masalah juga bosen. Flat. Memang. 




Kenapa kita ga jadi batu saja ya? Enak kan batu, cuma gitu doang, ga ada yang bisa mengalahkan batu―kecuali air. Yang menendang batu atau yang dikenai batu―pokoknya yang mengalami benturan dengan batu, maka dialah yang sakit, bukan batunya. Etapi si batu kalau menurut hukum fisika Aksi = Reaksi. Batu juga mengalami kesakitan, tapi kayaknya lebih sakitan si yang dikenai batu... kayaknya... Kecuali batu itu dilempar ke arah beton juga. Batu juga sakit. HAHAHA. Karena sama kerasnya. 




Yaudah, gajadi batu. Ganti. Gimana kalau tanaman saja? Ah ga mau. Kepanasan sama sinar matahari. Tanaman kan butuh matahari untuk fotosintesis. Saya mau jadi hewan saja. Karena mereka ga punya dosa. HAHAHHA. Dan mati pun masuk surga. Membuat anak dengan hewan manapun tanpa ikatan ato cap hahahahalal juga tak berdosa. Enaknya... ―Ah dasar, manusia laknat, jiwa pengecut. Udah dikasih otak dan kedudukan buat jadi khalifah bumi, malah milih jadi hewan. Tapi kan enak, ga dapet dosa, ga dikenai dosa, dan mati masuk surga... *Duh, rendahan sekali kamu Fel...* Dan sepertinya hewan juga tak kenal patah hati. Juga tak kenal cinta. Yang mereka kenal hanya bercinta. Dan kalau ditolak pun, mereka mudah move on. Palingan mereka hanya marah saja dengan pengunkapan bertarung, dengan lawan untuk memperebutkan sang kekasih hati. Lha manusia? Bego.
Dalam kamus hidup hewan, mereka juga tak butuh uang untuk bertahan hidup, mereka sudah dibekali naluri sendiri. Manusia juga sih. Cuma manusia butuh uang. Oh uanggggg~ 




Jadi, kalian pilih mana kalau bisa memilih sebelum dilahirkan di dunia yang indah (dan bangsat) ini? Tetep memilih jadi manusia? Atau batu? Atau tanaman? Atau hewan? WHY? Manusia pasti masuk nerakanya lho sebelum masuk surga―kecuali para nabi dan sahabat nabi. Katanya sebelum dimasukkan ke surga yang penuh kenikmatan―bahkan di Surga pun bercinta juga diagung-agungkan sebagai hadiah bagi penghuninya yang cukup rendahan keimanan kepada Tuhannya. Mereka memilih bercinta dengan bidadari dan bidadara ketimbang mengalami ”bercinta” dengan Tuhan―manusia-manusia perlu dicuci dulu di neraka untuk mengelupaskan karat-karat dosanya. 





Saya ulangi lagi pertanyaannya, 

Jadi, kalian pilih mana kalau bisa memilih sebelum dilahirkan di dunia yang indah (dan bangsat) ini? Tetep memilih jadi manusia? Atau batu? Atau tanaman? Atau hewan? WHY? 

Sekian dan terima kasih. 





Jawaban dari pertanyaan saya kenapa seks tanpa label halal itu dilarang, adalah karena manusia butuh menahan nafsu agar tidak kebablasan. Hewan tidak butuh menahan nafsu. Dan pasti dijamin masuk surga. Sedangkan manusia kalau tak menahan nafsu, pasti dijamin masuk neraka. Hahahaha. 



Be wild, friends! 


Tetapi, apapun saya, apakah itu batu, kecoak, cicak, atau tanaman, bahkan manusia. Saya tetap berterima kasih kepada Tuhan yang Maha Mencipta. Yuk solat... Terima kasih kan? Batu, hewan, angin, tumbuhan pun bersujud padanya, dengan cara yang tidak kalian ketahui.


8 komentar:

  1. Aku ingin jadi malaikat yang SELALU setia kepadaNYA, tak ada selingkuh sekalipun.
    Hehehe..komen opo iki.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Malaikat tak punya nafsuuuu.... Penurut sekali... Ahhh... Kalau itu bukan tipe saya, tp malaikat tipe aman sekali. Apalagi malaikat Jibril. Sekarang kerjanya ongkang-ongkang kaki di Surga.

      Hapus
  2. Katanya, halal atau tidak sama saja rasanya kok :p

    Cuma, maukah kita disamain dengan binatang? Kan kita sendiri mengakui kalau kita itu manusia, yang berakal :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Lah, masalahnya kan bukan mau atau tidak disamain dengan binatang, cuma kalau sebelum lahir ke dunia bisa memilih, memilih manusia yang (ngakunya) pintar dan berakal ini atau hewan.

      Kayaknya lebih aman jadi hewan deh, karena ga bisa mikir dan tak punya akal. Jadi mereka tak akan merusak bumi.

      Bukan kah kalau makin banyak tau, makin... apa ya, makin... "rebel"? Makin sombong, makin sok, makin berbahaya, makin berat tugas kita sebagai manusia.

      Hapus
    2. Dulu . . waktu kita di alam ruh, ditanya kesanggupan kita untuk memikul amanat kekhalifahan, yang sudah ditolak oleh malaikat, hewan, gunung, tumbuhan. Kita bilang sanggup, dan lahirlah kita sebagai manusia. Ini katanya, benar atau tidaknya terserah mau percaya yang mana.

      Mau berbuat rusak, baik, mau kawin ndak halal, mau nikah dulu baru kawin, ah . . . semua pilihan, dan ada resiko logis bagi masing-masing pilihan.

      Makin banyak tahu, makin . . . banyak ilmu :)

      Hapus
    3. Terima kasih penjelasannya dan pengingatannya. :]

      Ditanya dulu, dan iya. Oh begitu, wah saya lupa.

      Makin banyak ilmu, tergantung si pemilik hati dan otak, mau diapakan ilmunya.

      Hapus
    4. HEH, iki kowe to Fid. HAHAHHAHAsem. Komen neng kene barang ok.

      Hapus
    5. Isih UTS aku, HPne di simpen :D

      Insya Allah, mangkat sek rodo gasik soale kan ada perform kyai kanjeng mestine mulaine rodo gasik dibanding sek biasane :)

      Hapus