Bola mata kecil itu berputar-putar berkeliling menyapu bersih warna putih mata hingga habis. Memperhatikan detail lekukan, tanda, noda, dan mungkin sedikit tahi lalat. Kedua bola mata bergerak secara lincah ‘zrrttt zrrrtt zrrt’ men-scan anatomi bentuk tulangan wajah serta pembungkusnya, si kulit dan ronanya, coklat! Wajah milik seorang lelaki bertubuh jangkung mencuat ke atas yang diamati secara detil oleh dua bola mata liar milik seorang perempuan tak terlalu pendek namun masih tetap butuh membelok-lokkan bola matanya jauh ke atas agar tetap mampu menjamah sasaran visualnya. Senja mengurangi frekuensi cahaya yang masuk ke dalam mata. Agak remang-remang. Perlu lah si pupil mata bekerja keras melebarkan diameternya semaksimal mungkin agar ia mampu menjangkau untuk menangkap remang cahaya senja. Baru kemudian retina mampu menangkap bayangan secara jelas hingga cukup terlihat untuk diterjemahkan ke otak.
***
“Mmm… apa ya yang memiripkanmu dengan temanku Paijo? Apa ya, yang mirip... Kok tadi temanku bilang, kamu mirip Paijo…”, celoteh si perempuan, tetap menjungkir balikkan bola matanya.
…....
“kamu, menggunakan alasan memirip-miripkan, biar bisa puas memandangi rupaku bukan?”
Iya kah? Kayaknya bener deh... Kok ngerti ya?
Gotcha! Kena! Beku. Namun, Ga terasa, ternyata bola mata itu menikmati, lalu—kalau inget pelajaran agama, jadi bilang begini nih dalam hati >>— “Astagrifullah. Bukan muhrim.”
“karena ga ada objek lain yang menarik”, spontan dan ‘kleb’, tutup mulut lalu arah bola mata dilempar jauh-jauh ke arah yang lebih wajar atas penebusan dosa.
***
Menciptakan hati untuk memositifkan otak. Kan hati itu, sanubari, sebagian ditiupkan sedikit sifat-sifatNya. Positif dong ya?
Sekian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar