Senin, 28 Juli 2014

Andaikan

Andaikan saya terlahir sebagai ayam, bebek, mentok, sapi, kambing, bahkan unta mungkin hari ini saya sudah matang di wajan ataupun panci.


Andaikan saya terlahir sebagai anak-anak pohon kelapa, mungkin juga hari ini saya sudah menemani mereka di atas wajan ataupun panci--sebut saja saya santan, walaupun pada hari-hari berikutnya saya akan menyebabkan penderitaan bagi para pelanggan kolesterol.


Tapi tak apalah, baik sebagai bebek dan sejenisnya atau kelapa dan sejenisnya, hidup saya yang singkat ini sudah memberikan banyak manfaat dan energi bagi sekitar... Saya bahagia. Terima kasih.


Lalu, apa yang terjadi jika saya terlahir sebagai saya? Hidup saya yang panjang ini sudah melalui 25 kali Hari Raya...


"Mbak Fela, ditimbali mbah.. Bar solat didawuhi moro kamare mbah.."


Dan saya sudah mijeti mbah pake minyak tawon lagi malam ini. 😂
Mbahku sehat. Sudiharni namanya. Sudiharni tok. Ga pake embel-embel.


Selamat Merayakan Hari Raya!

Jumat, 18 Juli 2014

MUSEUM MESUM


 | Failasufa Karima An-Nizhamiya


Ia berdiri di depan cermin kamarnya, sedang sibuk bersiul seraya menata rambut belah tengahnya dengan jari-jari tangan kanannya. Ke kanan, kiri, lalu belakang dan selesai. Sepertinya hampir semua lelaki selalu berbakat merapikan rambut tanpa sisir. Cuaca siang hari ini cerah sekaligus terik menyengat sampai-sampai nyaris tak ada orang yang keluar tanpa topi ataupun payung. Ia masih menatap lekat dirinya dalam cermin. Kemeja biru lengan pendeknya cepat-cepat ia tanggalkan hingga tersisa kaos putih bergambar ayam dan bertuliskan “TOTTENHAM HOTSPUR” di badannya. Sekonyong-konyong ia berteriak, “bravo!” sambil meninjukan kepalan tangan kanannya ke atas, menggantung di udara. Aroma parfum perpaduan kayu guaiac dan daun mint bercampur keringat terhambur memenuhi ruangan. Ia berteriak lagi, “bravo!” dan lagi, “bravo!” dua kali lebih keras. Sudah sejak tiga hari lalu Herman merencanakan agendanya hari ini. Minggu terakhir di bulan April, Ia akan mengunjungi Museum Mesum untuk pertama kalinya. Peluh mengaliri lekuk punggungnya yang liat.
Tiga hari lalu, yang masih sama panasnya dengan hari ini, Herman khusyuk memandangi sekeliling kamarnya. Kamarnya selalu rapi―memang harus selalu rapi untuk menghindari kerepotan atas kemarahan Bibi Jessie. Dua sisi dindingnya penuh lukisan-lukisan impressionis. Satu sisinya adalah hasil reproduksi lukisan Van Gogh dengan The Starry Night lah yang menjadi primadona dekorasi kamarnya. Sedangkan satu sisi lainnya adalah hasil reproduksi lukisan Monet. Pemuda bermata sayu tetapi memacarkan kebengalan tak tertandingi itu senang mereproduksi lukisan karya Van Gogh dan Monet dengan cara cacat dan prematur. Menurutnya, melukis ulang karya seniman besar dengan hasil tak terlalu perfek akan jauh telihat lebih manusiawi―sejujurnya, ia hanya mudah bosan dan tak telaten dengan hal lama yang tak kunjung selesai. Pada saat itulah imajinasinya sekarat. Ia tak bisa bermasturbasi lancar dengan cara-cara lama dan kuno. Potret wajah Marilyn Monroe dan beberapa poster setengah telanjang Sora Aoi juga Asia Carrera di balik bingkai lukisan juga sudah tak mampu memberinya fantasi. Video pun tampak seperti gambar bergerak belaka. Kebosanan kronis telah berdiam lama di dalam bola matanya. Padahal ia baru saja tinggal di rumah Bibie Jessie selama lima bulan. Lelaki muda yang sudah bertahun-tahun mampu bertahan dengan rambut belah tengah yang sudah nampak kuno itu tahu bahwa semuanya harus diperbaharui dengan cara yang akan segera ia temukan di Museum Mesum. Cara yang sama sekali baru dan pasti perlente! Ia juga tahu, pada akhirnya semua akan kembali sempurna. Sungguh harapan indah yang menjanjikan. Mungkin ia akan membeli sesuatu di sana.
Kembali lagi ke hari setelah tiga hari lalu, “Herman, Herman, bibi berhasil! Baru saja ada seekor tikus masuk perangkapku. Akhirnya!” Terdengar teriakan Bibi Jesssie yang seperti suara orang  tercekik dari arah luar pintu kamar. Kemudian hening sejenak, “Apakah Heru sedang bersamamu?” lanjut Bibi Jessie dengan suaranya yang kembali elegan dan terkontrol. Herman membalas pendek, iyaaa, tak kalah keras dengan suara lengking bibinya. “Bawa saja ia ke bawah. Ada santapan lezat untuknya. Aku akan senang melihatnya mengejar-ngejar tikus lalu memakannya,” ujar Bibi Jessie.
“Aku tak yakin Tuna masih doyan dengan tikus, Bibi Jessie-ku sayang...” Herman merasa aneh jika harus memanggil kucing bibinya dengan nama Heru, terasa seperti mereka berdua adalah kakak dan adik dengan nama yang sama-sama kuno. Maka ia mengganti nama Heru menjadi Tuna, “tapi tak apalah, akan kubawa ia ke bawah.” Lantas Herman mengangkat paksa Heru yang sedari tadi asyik bermain lepas tangkap dengan cicak di lantai. Dibopongnya Heru di ketiak kirinya, dibaliknya semua lukisan pada tempatnya hingga semua poster-poster itu kembali aman tersembunyi, lalu dikuncinya pintu kamar. Dengan kaus putih bertuliskan TOTTENHAM HOTSPUR, ia telah siap bepergian mengunjungi Museum Mesum. Aku pasti akan membeli banyak mainan di sana, Herman membatin berapi-api.
Sesampainya di Pasar Minggu, Herman langsung disambut oleh keriyuhan antara pedagang dan pembeli yang sedang tawar menawar, bunyi berisik klakson angkutan dan kendaraan pribadi yang bersaut-sautan, ditambah dengan meriahnya musik dangdut oplosan yang sedang marak-maraknya musim ini,
Mulut kumat kemot
Matanya melotot
Lihat body semok
Pikiranmu jorok
Alunan lagu dangdut remix keong racun dalam berbagai versi menggema dimana-mana yang berasal dari penjual kaset bajakan beberapa pedagang asongan pinggir trotoar. Pasar Buah dan Sayur yang dulunya hanya beraktivitas pada hari Minggu saja berlokasi enam ratus meter sebelum gerbang pintu depan Museum Mesum. Bermula dari titik tersebut Herman sudah mulai kegerahan lagi. Perjalanan dari rumah bibinya ke Museum Mesum terasa lebih lama daripada waktu sebenarnya. PANAS! Alih-alih pergi menepi mencari tempat berlindung dari terik matahari, lelaki muda penggemar club Tottenham Hotspur itu malah melepas kaosnya di bawah panas matahari langsung. Setelah ia mengelap keringat menggunakan  kaosnya lantas menatap ke depan, tiba-tiba Herman terdiam dan menghentikan langkahnya. Seorang wanita berumur sekitar dua puluh tujuh tahunan juga sedang melepas kaosnya! Lima meter saja di depan Herman! Kaos merah yang tadinya melekat pada tubuh liat wanita itu dilepasnya sendiri lalu wanita itu menggeliat-geliat seperti cacing yang bisa berdiri tegak di tanah! Edan! Pemandangan apa ini! Herman berdiri tegak tak bergerak, rona merah menyembul di wajahnya, kedua telapak tangannya pun basah, matanya bagai selongsong peluru yang siap menembak namun ternyata kokang pistolnya malah macet. Herman melongo saja hampir satu menit lamanya―mungkin satu menit terlama sepanjang hidupnya. Wanita gila!

Kamis, 17 Juli 2014

Cara Memasak Oseng Jamur dan Brokoli



Resep ini dipersembahkan untuk kawan saya, Abimanyu yang sedang belajar memasak. Setelah ia lulus masak nasi goreng, saya kasihlah resep kedua yang gampang, Tumis atau Oseng Jamur. Ya daripada nganggur di PC, mending saya share aja deh. Eniwey, saya suka cowok yang bisa masak enak. :]



Yah, beginilah resep memasak Oseng Jamur ala chef Fela...





Bahan

  • Jamur 2 pack (2 macem juga gapapa, dari jenis apa aja asal bisa dimakan, sayangnya saya ga hafal namanya, oya biasanya beli di superindo 2 pack itu) + Brokoli  (1 batang) + sawi (1 ikat)
  • Saos tiram (merk saori biasanya)
  • Kecap
  • Gula
  • Garam
  • Merica (lada hitam merk kupu-kupu)
  • Lombok kriting 3 biji
  • 9 biji Bawang merah
  • 14 biji Bawang putih
  • 1 biji bawang bombay
  • Minyak goreng atau mentega

Cara  Memasak

  1. Jamur dan brokoli dan sawi dipotong-potong lalu dicuci 
  2. Bawang putih digeprek
  3. Bawang merah diiris-iris tipis
  4. Tumis bawang putih dan merah yang telah dicacah-cacah di atas wajan yang berminyak dan telah    panas, lanjut masukkan ¾ potongan bawang bombay, tumis terus sampai baunya harum
  5. Kalau menumis, apinya jangan gede-gede
  6. Setelah bau tumisan harum, masukkan pertama brokoli, setelah brokoli agak berubah warna setengah matang (rada hijau tua), masukkan jamur lalu dioseng-oseng
  7. Tambahi air sedikit saja (¼ gelas air putih) untuk mencampurkan bumbu agar merata ke sayuran, oseng-oseng lagi, atau mau setengah gelas juga gapapa terserah sesuai selera mau oseng jamurnya basah atau kering. Kalau kering ya airnya sedikit saja. :D
  8. Lanjut masukkan ¼ sisa bawang bombay tadi
  9. Garami (1 sendok makan, tanpa munjung-munjung), gula-i (1 sendok makan, tanpa munjung-munjung)
  10. Kecapi 2 sendok makan
  11. Siram saos tiram saori 3 sendok makan
  12. Cicipi, bisa kurang garam atau kurang gula, atau kurang saos tiram, atau kecap, sesuai selera, kalau kurang ya ditambahi apa yang kurang
  13. Masukkan lombok kriting yang sudah dipotong-potong
  14. Masukkan sawi kemudian campur-campur ulet-ulet sampai matang
  15. Bubuhi merica secukupnya sesuai selera (kalau saya sih 4 crut bolongan gede)
  16. Icipi lagi
  17. Selesai


Ngomong-ngomong soal masak... Dulu jaman kuliah akhir, saya senang memasak untuk menghilangkan penat saat mengerjakan skripsi. Nah, setelah ngekost di Jakarta dan nemu peralatan lengkap dan dapur bersih, saya makin suka masak. Alhasil, saya sering masak. Sepertinya, semakin tua, semakin sedikit teman, semakin pengangguran pula bagi orang-orang yang mungkin emang tipe anak introvert, akhirnya hobinya beralih ke... memasak! Kabarnya orang yang suka menyendiri itu suka berkegiatan kreatif. Memasak kan juga salah satu kegiatan yang mengandung unsur kreativitas dan butuh "rasa". Inti sari dari orang kreatif kan emang ngublek-kutek tentang rasa. Memasak dan rasa. Hobi memasak sangat tepat untuk orang kreatif. Ayo memasak oseng!


Yak, sepertinya memang ada hubungannya antara memasak dengan seiring bertambahnya umur, bertambahnya kreativitas, juga bertambahnya duit (buat belanja bahan masakan, ikan daging, dll misal) dan makin sedikitnya teman atau lingkungan sosialnya. Yang kemudian dengan memasak yang seabreg itu, berhasilah ia mengumpulkan kawan-kawan agar datang padanya. Seperti kata pepatah, ada gula ada semut. Ya gulanya itu, masakan gratisan itu... Akhirnya, teman-teman atau semut-semut itu pada datang, kan? Nah, begitulah salah satu cara mengundang teman. Pesta kecil. Membuat orang lain bahagia kita masakin, dan kitanya yang masak, bahagia juga kan? Memasak salah satu cara mengumpulkan kebahagiaan! Kalau saya mengamati, kesimpulannya seperti itu sih. Nyatanya kawan saya yang tak punya dapur di kosannya, di Depok Jabar sana, yang juga tak ada kawan di kosannya, rela macet-macetan naik motor ke kosan saya hanya demi biar dia bisa pinjam dapur saya dan memasak! YOU GOT MY APPLAUSE!
"Fel, cerak kosanmu ono pasar?"
"Ono."
"Enake aku rono jam piro?"
"Jam 10 tekan kene pasar yo isih buka kok."
Saya kira, memasak adalah salah satu temannya, bonusnya ketemu saya dan kawan-kawan saya. Dapat pasukan merajang-rajang sayuran.



Selamat menyiapkan menu berbuka puasa. :]

Rabu, 16 Juli 2014

Rukmini Hilang Di Laut

Ratusan bahtera telah kurontokkan, kutaklukkan samudra-samudra, bajak laut pun tunduk padaku. Lantas aku terdiam dan aku berfikir, apa pula yang kucari? Duyung? Pesut? Atau malah gorila? Bukan! Bukan semua itu. Lalu apa? Aku mencarimu Rukmini. Rukmini hilang di laut.

Selasa, 15 Juli 2014

BA!

BA!
BA BA BA BA BA!


Udah lama ya ga nulis,
soalnya ini lagi dalam proyek nulis cerpen,
biasanya kalo lagi mroyek nulis, nulis yang laen-laen ke-pause dulu...


Oiya, nantikan cerpen terbaru saya, MUSEUM MESUM.
Hihihihih.



See ya!



Sebenernya, hari ini guwek lagi ngeblank.
Hati guwe nyangkruk di elu. Preettt...
Guwek lagi ga naksir siapa-siapa. Haha.
Vitamin guwek ilang menguap.


Dan, terutama, hari ini adek guwek, Aves, yang udah sebulan di kosan guwek Jakarta,
udah saatnya sore ini balik Semarang.
Guwek berasa, bolong lagi...


Well, sebenernya ga boleh gitu kan ya...
Seneng bahagia harusnya berasal dari diri sendiri,
bukan orang lain...


Tapi syumpeh, adek ntar mulai akhir Agustus bakal ga balik selama dua tahun,
yah, guweh sedih aja sih...
Dulu juga pas guwek kuliah awal di Jogja, ninggalin adek di Semarang, yang guwek kangenin pertama pas pertama kali di Jogja itu, adek guwek...