Minggu, 25 Desember 2011

Fact: Make A Circle


        "Umur manusia makin bertambah maka
 jumlah teman mereka pun makin sedikit. 

Hanya mereka yang berhasil bertahan di hati, 

maka itu lah yang sampai kakek nenek pun tetap dirindui."

Pagi 25 Desember 2011 meringkuk di dalam kamar bersama lappi tua dan sahabat-sahabatnya, semangkok kates dan oreo berantakan di meja. Tentu saya sudah gosok gigi dulu sebelum makan. *Eh penting ya nginfoin tentang gosok gigi pagi hari? Iya dong, kan biar kalian semua terinsiprasi olehku untuk mencintai kebersihan dan kesehatan.


Pagi ini, harusnya hari bersenang-senang. Tanggal merah. Main. Liburan kemana-mana. Tapi mengingat acara taun baru akan kemana, itu membuat saya agak bersedih. Karena harus menerima fakta alam semesta.


Para manusia yang singgah di hati saya *alah, alay mak…* sudah menyebar, berpencar, kocar-kacir! Mereka yang berada di Jogja sudah ada urusan masing-masing dengan pasangan —Ya karena mumpung pasangannya pulang ke Jogja lho, jadi taun barunya akan dihabiskan dengan sang pacar. Oke saya terima, mau gimana lagi, dia tidak bisa merayakan taun baru bersama kami biasanya. Inget dulu bakar-bakar Jagung ketika taun baruan, ke Mekdi ato ilang di atas jembatan apa itu lupa namanya, sambil makan jajanan mekdi itu. Geje tapi cukup membekas walau memang biasa-biasa saja—. Well, saya kangen Jogja, manusianya, dan sepeda. Namun, di Jogja pun saya tidak suka bila sendirian. Teman besepedaku sedang tidak ada di Jogja. Anak kosanku dulu entah pada ngapain ga ada kabar mereka akan ngapain. Diajak sepedaan pun, mereka sepertinya juga sudah ada rencana sendiri-sendiri. Percuma dong kalau ke Jogja tapi orang-orang yang pingin saya temui itu, sepi. Percuma capek-capek ke sana kalau mereka yang saya rindui, tak ada di Jogja. Maksud saya, Jogja itu kalau orang-orangnya dikumpulin itu, banyak. Namun, mereka sudah sibuk dengan kegiatan dan rencananya masing-masing.


Berpikir, merenung, dan berkesimpulan. Hasilnya adalah, “Oh ternyata teori perbandingan terbalik itu, berlaku pula untuk umur manusia dan jumlah temannya”. Umur manusia makin bertambah maka jumlah teman mereka pun makin sedikit. Sepertinya ini teori kuasa alam semesta. Hanya mereka yang berhasil bertahan di hati, maka itu lah yang sampai kakek nenek pun tetap dirindui. Komentar teman SMA saya—yang sama-sama sekota ya, tapi ga pernah ketemu karena kami saling berjauhan dan memiliki sedikit sisi yang sama, kami anak rumahan­, oh ya?—, Rakhmania Anindita, “teman yang paling langgeng, paling itu-itu aja. Yang sama-sama nyaman” Sedangkan teori berbanding lurus itu berlaku antara umur manusia dan dinding pembatas diantara para manusia, privasi. Makin bertambahnya waktu hidup di bumi, tingkat privasi semakin tinggi pula.


Menjadi semakin nyaman dengan dirinya sendiri, menikmati kesendirian adalah kenyataan masa kini, masa para orang dewasa berkepala dua. —Dan saya 23 euy? So? Emang kenapa dengan angka 23? Ga apa-apa sih. Suka aja teriak-teriak “saya 23 euy!”.— Kalau saya, orangnya agak ga gitu suka bergaul beramah-tamah, basa-basi sana sini. Namun saya suka nempel sama teman yang berhasil berlabuh di hati—yang hanya beberapa butir saja—. Beda dengan jaman SMA ketika suka main sana-sini, sama ini-itu, bisa-bisa aja. Mungkin seumuran SMA itu mencari eksistensi. Mungkin. Sedangkan  umuran sekarang, dewasa katanya, adalah mencari kedamaian hati. Menikmati diri sendiri. Dan pada akhirnya, orang hidup sendiri-sendiri dengan kepentingan masing-masing. Lalu semuanya jatuh pada pilihan keputusan untuk berkeluarga. Semuanya! Hampir semuanya. Orang makin tua itu, makin berkeluarga. Karena tak ada pilihan lain. Semua orang berkeluarga, membentuk lingkaran personal yang intim. Jika kamu tak berkeluarga dan tidak kuat jadi bujang atau perawan lama-lama, maka matilah kamu. Pilihan berkeluarga disebabkan karena manusia secara psikologis dan biologis butuh membuat lingkaran pertemanan yang lebih erat, lebih intim, dan berkomitmen dibandingkan dengan para teman semasa muda. Keluarga itu, semacam tempat berlabuh, namanya ‘home’. Rumah. Wadah.


The Simpsons's house

Saya suka rumah, anak, dan keluarga. Suka aja. Inginnya nanti setelah usia mampu menemukan sisi kedewasaan saya. Tapi untuk saat ini, saya menyukai masih single :) Masih bebas. Ga perlu pusing mikirin ini itu, atau kewajiban yang beranak pinak. Masih cinta jadi anak emak.