Rabu, 22 Mei 2013

Rahasia!

Aku tau hidungmu tak berlubang, maka dari itu aku senang menyembunyikan rahasia di depan hidungmu. Rahasia!

Kamis, 02 Mei 2013

Yelda

Oleh Failasufa Karima An-Nizhamiya



Musim Panas, June 22th 2013.
Yelda menulis. Mulai menulis.
----


(..............)



Sore yang hangat. Derya merenungi wajahku. Pelan, perlahan, lantas tajam dan serius setengah mati. Kedua telapak tangannya saling bersatu dan mengepal menyangga dagunya―sampai lepek cangkir yang terbuat dari sterofom serupa waffle di bawah sikunya, penyok.
“Yakin?”
“Tak butuh yakin, aku tentu telah siap.” Aku menyahut dengan dorongan kemantaban yang telah akut.
“Jadi?”
“Iya. Jadi! Mengapa kau meragukanku? Aku benar-benat 100% siap.”
“Begini, kau tau akibat dari tukar-menukar ini, perjanjian ini, bisnis ini, dan yakin―tak hanya yakin, tetapi siap―tak akan menyesal?”
“Tidak sekali pun.”
“Baiklah.”
“Jadi? Kenapa kau berputar-putar saja dari tadi? Menghindari ujung? Tak mau bertemu ujung? Kau ini kenapa? Sudah! Cepatkan saja.”
Derya menghembuskan nafas singkat sebelum memulai prosesi mengiyakan perkara ini dan sedikit meregangkan jari tangannya dan menyesap secangkir caramel macchiato miliknyakadang Ia juga menyerobot milikku kalau aku memesan espresso juga. Kadang. “Oke.” Ia mengetuk-ngetuk bibir cangkir dengan sendok. Satu-dua-tiga-empat ketukan. Dan berhenti. “Kau sudah tau aturan mainnya kan?”
Oh shit! Tentu aku sudah hafal! Berhentilah kau bertele-tele. Kau tak biasanya bertele-tele seperti ini dalam menangani kasus. Kau biasanya masa bodoh akan masalah orang. Yang penting kau dapat duit, selesai. Sejak tadi berpanjang-panjang saja! Ah, kau itu. Bikin aku naik darah.”
“Soryyy.... Hhhhh...” Derya menghela nafas lagi.  “Satu, dua, Mulai!” Lalu ia tegakkan badanya, menepuk-nepuk kedua ujung lengan kemejanya bergantian, hanya agar terlihat lebih resmi dan mantap. “Oke. Kau tadi berkata bahwa kau telah yakin bahkan siap untuk meminta tolong padaku agar aku naksir kekasihmu, Hugo. Benar?”
“Iya.”
“Dan kau tak akan menyesalkan jika ternyata Hugo bukan lelaki yang tepat untukmu lantas ia akan segera bertemu dengan jodohnya yang artinya kau juga akan segera ‘kau-tau-apa-yang-kumaksud’. Siap?”
“Iya. Siap.”
“Yakin?” Ia kembali menanyakannya lagi.
“Iya. Iya. Yakin! Justru itulah yang kuharapkan. Agar cepat-cepat selesai. Sekarang atau besok-besok-besok-besonya lagi, toh hasilnya sama saja.” Dan aku bertambah geram pula padanya. Kupelototi gadis bermata coklat di depanku agar segera diselesaikannya perkara ini.
“Yasudah. Kukabulkan.” Derya menyetujui dengan geram lantas menyodorkan telapak tangan kanannya ke arahku. “Sini bayar!”
“Dasar gila! Kau itu, belom apa-apa sudah minta bayar.” Aku balas menampik tangannya.
“Lah, kau kan sudah tau cara kerjaku. Dan itulah kesepakatannya, bayar dimuka. Kalau tak ikut-ikut gila, ya tak dapat duit. Lagipula pekerjaan ini, hanya aku yang bisa. Mengatur hati lebih susah ketimbang mengatur otak.”
“Monopoli.” Aku mencibir.
Orang-orang tetap berlalu lalang, masing-masing tak ada yang peduli pada pelanggan lain Kedai Kopi ini. Terkecuali pelanggan atau calon klien Derya. Mereka menatapku hingga aku nyaris gosong dibuatnya. Kuartikan mereka hendak mengusirku dengan tatapan berangnya. Aku memilih aman, pergi. Derya masih tetap duduk disinggasananya. Bersiap menghadapi klien berikutnya.



~O~



Derya Patel adalah temanku. Anggap saja dia sahabatku―karena aku tak tau apakah ia juga menganggapku sahabat. Nah! Aku pertama kenal ia, ya di sini ini, Kedai Kopi 382, di 382 Colombo Avenue. Aku mengenalnya pun karena aku salah satu kliennya. Ini ketiga kaliya aku memakai jasanya. Mau tak mau, kliennya harus menemuinya di sini dengan setidaknya memesan dua beverage untuk si klien dan Derya sendiri. Bukankah itu cukup menguntungkan Kedai ini? Bosnya pun mempersilakan usaha itu digelar di sini. Saling menguntungkan katanya.
Kedai semakin laris ketika Derya Patel bekerja di sini. Bukan karena dia cantik, bukan! Dia memang cantik, matanya bulat almond juga tajam, bola matanya coklat, alisnya hitam tebal, garis mukanya tegas, warna kulitnya matang, Ia peranakan Turki-India. Tapi bukan itu yang kumaksudkan. Dia dikutuk. Iya. Dia itu dikutuk. Itu yang kumaksud! Derya Yang Dikutuk!


----
“Yelda... Yelda... “ Anne** memanggil dengan sedikit berteriak, “Makanlah dulu. Jangan sampai kau lupa makan. Makanlah. Istirahat. Anne barusan membawa pulang Kafta Tahini dan Babaganoush dari Gazala di Colombo Ave.”
“Iya, sebentar Anne. Aku tak suka menangguhkan pekerjaan.”
“Yasudah. Nanti dimakan ya nak. Anne taruh makanannya di meja. Anne mau pergi lagi.”
“Iya Anne.”
Yelda mengetik lagi.
----