Rabu, 18 Januari 2012

Hati-Hati Dengan Matamu

Bola mata kecil itu berputar-putar berkeliling menyapu bersih warna putih mata hingga habis. Memperhatikan detail lekukan, tanda, noda, dan mungkin sedikit tahi lalat. Kedua bola mata bergerak secara lincah ‘zrrttt zrrrtt zrrt’ men-scan anatomi bentuk tulangan wajah serta pembungkusnya, si kulit dan ronanya, coklat! Wajah milik seorang lelaki bertubuh jangkung mencuat ke atas yang diamati secara detil oleh dua bola mata liar milik seorang perempuan tak terlalu pendek namun masih tetap butuh membelok-lokkan bola matanya jauh ke atas agar tetap mampu menjamah sasaran visualnya. Senja mengurangi frekuensi cahaya yang masuk ke dalam mata. Agak remang-remang. Perlu lah si pupil mata bekerja keras melebarkan diameternya semaksimal mungkin agar ia mampu menjangkau untuk menangkap remang cahaya senja. Baru kemudian retina mampu menangkap bayangan secara jelas hingga cukup terlihat untuk diterjemahkan ke otak.

***

“Mmm… apa ya yang memiripkanmu dengan temanku Paijo? Apa ya, yang mirip... Kok tadi temanku bilang, kamu mirip Paijo…”, celoteh si perempuan, tetap menjungkir balikkan bola matanya.

…....

“kamu, menggunakan alasan memirip-miripkan, biar bisa puas memandangi rupaku bukan?”

Iya kah? Kayaknya bener deh... Kok ngerti ya?
Gotcha! Kena! Beku. Namun, Ga terasa, ternyata bola mata itu menikmati, lalu—kalau inget pelajaran agama, jadi bilang begini nih dalam hati >>— “Astagrifullah. Bukan muhrim.”

“karena ga ada objek lain yang menarik”, spontan dan ‘kleb’, tutup mulut lalu arah bola mata dilempar jauh-jauh ke arah yang lebih wajar atas penebusan dosa.

***

Tuhan menciptakan detil-detil mikroskopik terkecil bagian mata agar manusia bisa melihat keindahan ciptaanNya. Wauw! Tuhan memang Indah. Menciptakan mata untuk bisa melihat sesuatu yang sebenarnya indah namun tak terlalu indah, biasa namun tidak terlalu biasa namun bisa terasa luar biasa (lebay...). Secara visual adalah kecukupan, standar, karena memang bukan Nabi Yusuf atau pun Deddy Mizwar dan Ikang Fawzi. Oh ternyata Tuhan juga menciptakan hati. Di dalam hati ada emosi, intuisi, keyakinan, rasa, dan nafsu (ada tambahan lain?). Dan kedudukan hati itu setara dengan logika, terserah akan diatur seperti apa (mengutip kata Maulin Ni’am pada postingan sebelumnya: “Kedudukan emosi sejajar dengan logika maupun organ tubuhmu. Kamu berhak mengatur mereka. Itu fungsi dari kesadaran.”). Sehingga si hati berhak untuk menikmati atau tidak menikmati. Di mata terlihat biasa saja, di hati terlihat bersinar berpendar-pendar. Kecukupan bisa berubah menjadi luar biasa. Tuhan, Allah, memang Mahahebat!
Menciptakan hati untuk memositifkan otak. Kan hati itu, sanubari, sebagian ditiupkan sedikit sifat-sifatNya. Positif dong ya?



Sekian.

Sabtu, 14 Januari 2012

Orang Baik itu, Tidak Menarik!

"Karena orang baik biasanya tidak menarik. 
Mereka hanya dikagumi saja. 
Dinikmati dari jauh saja."


Yeah, saya memang ngefans sama orang ini. Ngefans sama isi kepalanya. Dan itungannya, sering saya tanyai ketika sedang galau tentangNya. Guru dimana saya bisa tanpa beban bertanya tentang cinta padaNya dari seorang bodoh dan agak ndableg. Dan jawaban yang saya peroleh sering kali sangat membantu untuk kembali lurus. Saya suka jalan belok-belok dan nabrak-nabrak sih.

Ga ada angin, ga ada awan, ga ada hujan, ga mendung pula. Eh kok ya tiba-tiba saya kepikiran untuk bertanya ini padanya. Tiba-tiba pula saya jadi penasaran setengah setan. Dan bertanyalah saya pada sang guru via sms (ya capek males ngidupin lappi, males online, kalau pun online mungkin si guru ga online, mending sms)

***

“Oyo mas, aku meh tekon. Rada bodoh sih… Tp heran deh. Moga-moga dong maksudku. Intinya semua wanita itu maunya bisa nikah sama suami yang jadi imam keluarga, yang ngademke ati, yang bisa menambah cinta padaNya. Harusnya kalau aku jatuh cinta, ya wooh jatuh cinta padamu dong. Tapi kok aku malah sukanya sama orang yang, yang biasa-biasa aja. Yang keduniawiannya masih tinggi atau kalau tau agama pun, hanya sebatas pengetahuan saja. HARUSnya kan sukanya itu sama misalnya kamu. Pinginnya yang kayak kamu. Tapi kok akunya sendiri yang mbelok. HARUSnya nemploknya ke kamu. Tapi masih belum bisa. Jadi, tingkat keduniawianku juga masih tinggi sepertinya.” -> emang mas Ni’am minta dijatuhcintain gitu sama banyak orang sepertiku? Ga minta deh. Malah wahing-wahing kalau sampai ditaksir orang sepertiku. Sayanya juga, noleh atas bawah kanan kiri dan ngaca! Agak ribet kalau jadi pasangannya.


“Itu idealnya. Tapi setidaknya kamu sudah sadar kepada siapa hatimu biasanya condong. Itu awal dari kesadaran berikutnya. Bahwa kamu selalu sadar kepada siapa kamu suka. Kenapa kamu belum bisa suka pada orang-orang yang ‘baik’? Karena orang baik biasanya tidak menarik. Mereka hanya dikagumi saja. Dinikmati dari jauh saja.
Perasaan sukamu itu bagian dari keseluruhan dirimu. Kedudukan emosi sejajar dengan logika maupun organ tubuhmu. Kamu berhak mengatur mereka. Itu fungsi dari kesadaran.
Meskipun terdengar tidak sopan, tiap kali ada orang yang bilang ke aku bahwa aku orang baik, aku biasa jawab, ‘Itu karena kamu belum tau sisi burukku.’”


“Padahal menurutku, aku tertarik dengan semua-muamu. Tertarik dengan caramu berpikir. Kegiatanmu. Aktivitasmu. Ketertarikanmu pada suatu hal. Tapi ternyata hanya sebatas kagum. Karena yang kelihatan hanya yang baik-baiknya saja.
Ya memang modelmu itu orang yang pandai untuk tidak menampakkan negatifnya. Kalau negatifmu mbokepan atau misuhan sih, wajar bagiku. Ga mengurangi nilaimu blas! Tapi beda kalau kamunya telatan, mbolosan, ngupilan, ngentutan ketika sedang forum rapat lalu pecengas-pecengis. Itu menurunkan nilaimu.”


“hahaha”

***             


Yang justru menurut saya jikalau nilai minusnya terlihat, dia akan nampak seperti bukan ‘orang baik’ dan menjadi cukup menarik bagi para lajang atau istilah bekennya menjadi ‘bad boy’ yang banyak digemari gadis-gadis dewasa dan matang *alahh... Termasuk saya. Haha.
Dari semua sisi ia terlihat hampir sempurna dengan sedikit coreng tentu, maka banyak para wanita yang kagum pada sosok pemilik nama lengkap Ahmad Muhammad Maulin Ni’ambener ga sih? Saya cuma lihat di FBnya saja. Nama terpanjangnya sempat itu, sekarang telah kembali pendek (lagi), Maulin Ni'am. Saya juga belum bertanya pada YBS mengenai nama panjang(asli)nya yang mana.dan biasa disingkat M.N.. Hingga mantan teman kost saya, Risza Ratu Muliartha (sebut saja Ica, Ilmu Komunikasi 2007) dua tahun di bawah Maulin Ni’am (Ilmu Komunikasi 2005), bilang, “siapa sih cewek komunikasi ya ga suka sama Maulin Ni’am? Dia dinobatkan sebagai lelaki terseksi gitu…” | Fela: *melotot* “seksi dari hongkong?” dibatin. | Ica: “Seksi isi kepalanya.” | Fela: “Oh…”—


*Percakapan diedit dengan bahasa yang lebih enak dibaca dari bahasa sms aslinya, bahasa jawa. Maklum wong jowo kabeh.
Foto menyusul ya mbro kalau sudah dapat ijin dari yang punya nama, tampangnya emang tampang orang baek. :D. Ki mas... Aku nulis tentangmu tenan to... Hahahahaha.

Mengapah Menikah itu, IBADAH?


Lagi-lagi tulisan mengenai menikah? Ada apa denganmu, Fela? Halo… | Fela: Ga ada apa-apa tuh. Biasa aja, cuma dari dulu penasaran saja dengan pertanyaan judul tulisan ini, “Mengapa menikah itu, IBADAH?” “Mengapa Allah menyukai ibadah berupa pengumbaran nafsu hewaninya?” Untuk menghindari zina gitu? Udah gitu doang alesannya? Dangkal! Itu sih alesan nikah orang karena pingin kawin aja. Makannya ada nikah kontrak. Bisa nih, saya sampe umur 23—23 udah tua ya? Udah makan garam ya? Berasa udah hebat daripada 53 ya? Hidih, dangkal juga kowe Fel!—ini, ga ngapa-ngapain. Itu sih tergantung tingkat ketahanan penahanan nafsunya. Tapi nahannya, nahan banget bo’… Oke kembali ke topik awal. Nilai ibadah dari menikah. Ini yang pertama bikin saya kaget dan sedikit seneng sih ;)), bahkan menyentuh pasangan juga ibadah. Wow enak sekali ya ibadahnya… Saya nyentuh terus dong kalau gitu. Kan ibadah ;p. 


Awalnya saya ga bisa terima bahwa Allah Yang Mahasuci menghalalkan dan memberi nilai plus bagi para manusia—yang sudah melalui proses Ijab-Kobul tentu—untuk berlaku seperti binatang, dengan lawan jenis pastinya. MENGAPA? Saya yang masih muda kala itu, saya ga ngerti alesannya. Ya, karena saya memang bego sih, sekarang diri sendiri sudah agak melakukan kegiatan penyerapan ilmu jadilah mengerti sedikit-kit-kit. Tulisan ini juga berusaha mencoba menghubung-hubungkan. Berdasarkan benang-benang ruwet yang ada di kepala saya, akan segera saya uraikan pada paragraf selanjutnya. Jadi ngertinya saya gini nih, menurut pemahaman saya>>>>

***

(1) Anak. Tentu dengan menikah itu akan memunculkan anak juga kan? Yang artinya menambah para manusia yang akan memuja dan memujiNya. —amin untuk mendidik anak yang bener dan jadi anak soleh solihah—. Dengan adanya anak, maka akan me-replace kita sebagai kholifah di bumi ini. Hingga bumi lelah menopang para manusia—ya karena ulah manusia sendiri bumi kecapekan dan Yang Memiliki bumi bisa marah—. Catatan memunculkan anak: Jumlah anak disesuaikan dengan kemampuan juga ya mbro… Kemampuan Lahiriyah dan Rohaniyah.


(2) Menambah kualitas dan kejelasan tajalli Cinta padaNya. Manusia akan bisa mencintaiNya apabila ia telah mengerti, memahami, merasakan, dan menikmati sisi erotisnya cinta itu sendiri. Gampangnya, kenalilah cinta pada sesama manusia itu sendiri. Cinta pada pasangan. Sepertinya sangat nikmat—saya masih muda, jadi belum gitu ngerti senikmat apa itu cinta. Yang saya tau hanya sebatas perut berasa ada kupu-kupunya, berbunga-bunga, dan merindu, atau kalo pas lagi sialnya adalah perut mules dan badan berkeringat dingin karena harus merasakan patah hati (lagi). Oleh karena itu para muda mudi berkepala dua, seperti saya, dianjurkan untuk menikah, karena nikah itu ibadah untuk menuju padaNya. Kok bisa? Ya bisa dong. Nanti saya jelaskan.— 


Kata The Guru, Maulin Ni’am, “cintanya para sufi yang mabuk akan CintaNya, nikmatnya  itu seperti orgasme.” Kalau menurut saya sih, bahkan melebihi si orgasme itu. Ya, karena gosipnya para sufi kelak hanya akan mlengosi surga saja, baginya surga itu kurang menarik. Kurang eksotis. Hanya makanan dan perkawinan saja. Mereka menantikan kenikmatan yang lebih untuk “melihat”-Nya. Kan? Lebih nikmat dari kenikmatan paling nikmat di dunia dan di surga—bahkan Allah pun memberikan sekotak lahan untuk kegiatan perkawinan  di Surga. Amazing! -> Ini beneran saya baru tau dari Maulin Ni’am beberapa minggu lalu dan tambahan dari buku. Benar! Hadiah di surga adalah makanan yang ga akan habis dan perkawinan-perkawinan. Ternyata tujuan bidadari dan bidadara surga itu bukan hanya untuk menyejukkan mata, tetapi juga untuk pemuasan bawah perut.


Oke berhenti membahas tentang cinta para sufi. Terlalu jauh. Tapi cukup jelas kan, dari uraian di atas yang membincangkan perihal nikmatnya bercinta hingga mencinta? Lanjut… Cinta konvensional. Cinta kebanyakan manusia awam. Mengenal cinta untuk mencintaiNya. Mengenal bisa menumbuhkan efek makin cinta untuk mencintaiNya. Jadi, kenikmatan cinta itu ada tingkatannya.
Pertama, kecantikan dan ketampanan wajah sang kekasih. Semakin cantik atau tampan wajah kekasih itu, pasti semakin sempurna kenikmatan memandangnya. (Rindu Tanpa Akhir: Imam Al Ghazali, Serambi)
Kedua, kuatnya rasa cinta dan nafsu asmaranya, Kenikmatan yang dirasakan oleh orang yang mendalam rasa cintanya tidak akan sama dengan kenikmatan yang dirasakan oleh orang yang dangkal cintanya. (Rindu Tanpa Akhir: Imam Al Ghazali, Serambi)
Ketiga? STOP. Karena selanjutnya adalah cinta tingkatan sufi, tidak usah dibahas ya, berat.


Intinya, bahwa peningkatan level cinta itu mempengaruhi peningkatan kenikmatan cinta itu sendiri. Jelas pula, bahwa dengan menikah (halal untuk kawin) akan menumbuhkan peningkatan kualitas cinta pada manusia yang kemudian mengajarkan kita akan nikmatnya bercinta untuk mencinta. 1. Rasa merindu. 2. Rasa cinta yang ‘waauww’ 'brrrrr' atau rasa berbunga-bunga 'cling-cling-cling' (seperti adegan Lintang yang terjatuhi bunga-bunga ketika membeli kapur #film Laskar Pelangi) Melalui itu, Allah mengajarkan manusia untuk mengenal kenikmatan cinta. Yang berakhir pada ajaran untuk mencintaiNya, Sang Pencipta, dari apapun yang indah-indah dan menyebabkan dicintai. Wajar kan mencintai Sang Penciptanya? 
Dong maksudku? Nangkep maksudku? Kasarannya gini deh >>> jadi dari kegiatan bercinta itu adalah kegiatan menuju pada Allah. Isi surga saja, makanan dan perkawinan. Sekian. 
Capek juga mbahas tentang cinta, bercinta, mencinta. Cinteh! Kesel je. Mikir. Mbulet.
Ada tambahan point nomer 3 setelah nomer 2. Cinta, mungkin? Atau bahkan koreksian?



Hai Tuhan :)